JAKARTA–Imbas melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terjadi pada harga kedelai antara Rp 200-Rp 300. Sementara itu, Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto juga menjanjikan harga kedelai impor tidak naik meski dolar AS hingga saat ini nilainya terus menguat.
“Soal harga kedelai ya, nggak ah, apa ada kenaikan harga kedelai,” kata dia kepada awak media di Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, Kamis (6/9).
Ia menjelaskan ada beberapa alasan pihaknya memilih untuk bekerjasama dengan Amerika. Salah satu diantaranya yaitu adanya kesepakatan mengenai harga kedelai yang tidak akan naik seiring dengan fluktuasi harga dolar AS.
Sebagai informasi, hingga Kamis (6/9), dolar AS terpantau bergerak pada level 14.880. Angka ini turun setelah kemarin dolar AS berada di 14.999. Dari pelemahan harga rupiah ini ditakutkan akan berimbas pada berbagai sektor perekonomian di dalam negeri termasuk harga pangan. Mengenai hal ini Enggar mengaku akan segera berkomunikasi dengan pihak importir kedelai.
“Nah ya kan, karena mereka ada trade war. Para distributor para pedagang para importir kemudian para penjual kedelai itu mereka sudah berjanji untuk tidak menaikan dengan pendekatan dengan nilai kurs, karena dia tahu nilai marketnya mereka itu pedagang tahu tempe. Saya belum terupdate apakah benar kenaikannya seperti itu. Saya nanti akan telepon mereka dan mereka akan naikan berapa atas dasar apa kenaikannya, Saya akan cek betul mereka
Enggartiasto mengatakan harga kedelai dunia sebenarnya sedang turun sebagai dampak dari perang dagang antara Amerika Serikat dengan China. Namun, ia khawatir persentase penurunan harga kedelai tak sebanding dengan persentase pelemahan rupiah terhadap dolar. Ini akan berdampak pada usaha kecil, utamanya beban yang dipikul pengusaha tahu dan tempe.
“Saya nanti akan telepon mereka (distributor kedelai) dan apakah mereka akan naikkan harga dan atas dasar apa kenaikannya,” ujar Enggartiasto.
Sebelumnya, menurut dia, importir berjanji untuk tidak menaikkan harga kedelai atas alasan kurs. Sebab, pemasok kedelai sadar bahwa sebagian besar pengguna kedelai adalah pengusaha tahu dan tempe, di mana kedua bahan tersebut dianggap sebagai bahan pangan masyarakat sehari-hari.
“Makanya ini setiap saat bisa kami panggil mereka apalagi importir juga terbatas jumlahnya. Jadi saya bisa tanya kok,” imbuh dia.
Menurutnya, harga kedelai juga perlu dijaga lantaran bisa menyumbang inflasi jika tidak dikendalikan. Nantinya, ini bisa merusak tren inflasi bahan pangan bergejolak yang selama ini sudah bisa terkendali.
Sebagai informasi, kedelai untuk produksi tempe di Indonesia secara keseluruhan menggunakan bahan baku impor. Pada Maret 2017 jumlah impor komoditas ini sebanyak 207,8 ribu ton dengan nilai US$ 92,6 juta. Kemudian di April 2017 mengalami peningkatan dengan volume menjadi 242,2 ribu ton dengan nilai US$ 108,0 juta.
Jika dirinci berdasarkan negara asal, Indonesia mengimpor kedelai paling besar dari Amerika Serikat dengan 238,8 ribu ton setara US$ 106,4 juta. Kedua, berasal dari Kanada dengan volume 2.076 ton yang nilainya US$ 970,6 ribu.
Ketiga, dari Malaysia sebanyak 738,7 ton dengan nilai US$ 387,9 ribu. Keempat, berasal dari Benin sebesar 531,0 ton dengan nilai US$ 199,6 ribu.
Jika dilihat dari Januari-April 2017, total impor kedelai mencapai 1,04 juta ton dengan nilai US$ 467,01 juta. Sedangkan Januari-April 2016 mencapai 767,3 ribu ton dengan nilai US$ 305,3 juta.
Sementara itu, di sejumlah wilayah, melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) berimbas pada harga kedelai. Di Kabupaten Purwakarta contohnya, harga bahan baku tahu dan tempe ini naik antara Rp 200-Rp 300.
kedelai kualitas nomor satu, pihak distributor menjual dengan harga mencapai Rp 8.100/kg yang sebelumnya Rp. 7.900/kg. Sedangkan kualitas nomor dua dibanderol Rp. 7.800/kg yang sebelumnya Rp. 7.500/kg.
“Dampaknya ada (dolar melonjak), tiga hari terakhir ini harga kacang kedelai sudah naik. Rata-rata dalam satu kilonya naik 300 rupiah,” ujar Pupung Hermawan pedagang kedelai saat di temui di toko jualannya, Jalan Ibrahim Singadilaga, Purwakarta, Kamis (6/9).(dtc/cnn)