TIGARAKSA – Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kabupaten Tangerang, menginvetarisir sejumlah kerawanan di Pemilu 2019 dalam diskusi bulanan yang dihelat di Sekretariat PWI Kabupaten Tangerang di Tigaraksa, Kamis (27/9).
Diskusi bertajuk Peta Kerawanan Pemilu 2019, dihadiri sejumlah pemangku kepentingan, diantaranya Wakil Bupati Tangerang Mad Romli, Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Zulbahri Bahtiar, Waka Polresta Tangerang AKBP Oki Waskito, Ketua KPU Kabupaten Tangerang Muhamad Ali Zaenal Abidin dan Ketua Bawaslu Kabupaten Tangerang Andi Irawan.
Selain itu, diskusi juga diperkaya dengan pemaparan dari Sekretaris Dukungan Elemen Satuan Kinerja (Desk) Pemilu 2019 Kabupaten Tangerang Ahmad Hidayat, Akademisi Memed Chumaedi dan Ketua Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Kabupaten Tangerang Ahmad Suhud.
Sekretaris Desk Pemilu Kabupaten Tangerang Ahmad Hidayatnya memaparkan, berdasarkan pemetaan pihaknya, ada enam hal yang harus diantisipasi, diantaranya netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN), penyalahgunaan wewenang, kualitas Daftar Pemilih Tetap (DPT), dukungan ganda partai, politik uang dan kewenangan petahana.
“ASN harus netral, tapi tidak menutup kemungkinan ada ASN yang tampil sebagai pendukung salah satu parpol. Ini tugas Bawaslu untuk mengawasi,” katanya.
Sementara Bawaslu Kabupaten Tangerang memaparkan Indeks Kerawanan Pemilu 2019, salah satu yang menonjol yaitu soal kualitas daftar pemilih. “Kabupaten Tangerang kerawanannya ada di daftar pemilih. Skornya tinggi yaitu 86,82 persen,” ujar Andi Irawan, Ketua Bawaslu Kabupaten Tangerang.
Menurutnya, kerawanan itu bisa dipicu oleh data ganda non identik, yaitu data yang memiliki kemiripan dan perlu difaktualisasi. Pihaknya, kata Andi, pernah merekomendasikan 3.440 data pemilih sebagai catatan pada saat penetapan Daftar Pemilih Tetap Hasil Percermatan (DPTHP) KPU Kabupaten Tangerang. “Ada data yang sedang kita analisis ulang, (hasilnya) kita akan konfirmasi ke KPU,” tambahnya.
Terkait kerawanan di DPT, Ketua KPU Kabupaten Tangerang Muhamad Ali Zaenal Abidin, mengatakan menduga ada dua asumsi, yaitu data ganda non identik dari Bawaslu belum terakomodir dalam pleno penetapan DPTHP. Karena menurutnya, saat itu waktunya sangat mepet.
“Kita pleno jam 13.00 WIB, sementara teman-teman (Bawaslu), jam 13.30 WIB baru menyerahkan. Kan tidak mungkin harus verifikasi faktual, karena non identik,” ujarnya.
Hal kedua, menurut analisa Ali, persoalan DPT juga dipicu kondisi pemilih di Desa Rawa Burung dan Rawa Rengas di Kecamatan Kosambi. Dimana ribuan warga sudah pindah lokasi karena terdampak perluasan Bandara Soekarno Hatta, namun datanya masih terdaftar sebagai warga setempat.
“Namun pola penangannnya sudah kami temukan, tapi tetap jadi catatan nasional (Bawaslu RI),” tambahnya.
Warga yang terdampak gusuran itu, jelas Ali, kini tercerai berai dari asalnya. Namun data kependudukannya belum berubah, masih tercatat di Kecamatan Kosambi. “Sekarang kami sedang melakukan penyisiran dan beberapa sudah ditemukan,” tandasnya.
Dari aspek keamanan, Waka Polresta Tangerang AKBP Oki Waskito mengatakan, pihaknya sudah menginventarisir sejumlah kerawanan dalam tahapan Pemilu 2019. Dalam catatannya, kerawanan itu ada pada saat kampanye, cetak dan distribusi logistik, masa tenang, pemungutan dan perhitungan suara hingga penetapan perolehan kursi dan pelantikan calon terpilih.
Oki mengatakan, berbeda dengan pelaksanaan Pilkada 2018, tingkat kerawanan dalam Pemilu 2019 cenderung lebih tinggi, hal ini karena bertambahnya jumlah Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang berkorelasi dengan kebutuhan penambahan personel. “Jumlah TPS hampir dua kali lipat, tentu jumlah personel juga bertambah. Selain dibantu Linmas, nanti ada bantuan personel dari Polda Banten,” kata Oki.
[…] Source link […]