Jakarta–Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat jumlah investasi per kuartal ketiga 2018 sebesar US$15,2 miliar atau Rp228 triliun (kurs Rp15.000 per dolar Amerika Serikat). Angka itu terbilang masih jauh dari target sepanjang tahun sebesar US$37,2 miliar hingga Desember 2018.
Berdasarkan data ESDM, realisasi investasi pada kuartal ketiga 2018 ini terdiri dari sektor minyak dan gas (migas) sebesar US$8 miliar, sektor kelistrikan sebesar US$4,8 miliar, sektor mineral dan batu bara (minerba) sebesar US$1,6 miliar, dan sektor energi baru, terbarukan, dan konversi energi (EBTKE) sebesar US$800 juta.
Sementara, jumlah investasi terlihat semakin menurun sejak 2014 hingga 2017, khususnya sektor migas. Secara keseluruhan, investasi sektor ESDM pada 2014 sebesar US$33,5 miliar, 2015 sebesar US$32,3 miliar, 2016 sebesar US$29,7 miliar, dan 2017 sebesar US$27,5 miliar.
Khusus untuk migas, nilai investasinya pada tahun lalu hanya US$11 miliar. Padahal, pada 2014 sempat menyentuh angka US$21,7 miliar, lalu turun pada 2015 menjadi US$17,9 miliar, dan 2016 sebesar US$12,7 miliar.
Menteri ESDM Ignasius Jonan menjelaskan penurunan investasi ini tak lepas dari penurunan harga minyak mentah dunia beberapa tahun lalu. Sebab, harga minyak mentah dunia baru naik sekitar dua tahun belakangan ini.
“Kalau lihat jumlah investasi, terutama dilakukan setelah harga minyak tinggi, karena harga minyak tidak ada yang bisa kira-kira,” papar Jonan, Rabu (24/10).
Pada siang ini, harga minyak mentah dunia berjangka Brent naik 0,31 persen ke level US$76,75 per barel. Sementara, minyak mentah dunia berjangka WTI juga menguat 0,11 persen menjadi US$66,54 per barel.
“Sampai akhirnya harga minyak pada 2017 naik lagi, nanti refleksinya pada 2019 atau 2020,” terang Jonan.
Ia melanjutkan untuk investasi di sektor kelistrikan sendiri dipastikan turun karena memang penggunaan listrik tiap daerah berbeda-beda. Dengan kata lain, pembangunan kelistrikan tak dilakukan setiap waktu.
“Kalau meningkat terus itu mau membangun berapa besar, rasio penggunaan listrik beda-beda, rata-rata 1,5 persen setiap daerah (rasionya),” tandasnya.(cnn)