TANGERANG – Bangunan di kawasan Kavling DPR, Kecamatan Cipondoh dan Kecamatan Pinang dipastikan tidak memiliki dokumen Sertifikat Laik Fungsi (SLF).
Penelusuran Tangerang Ekspres ke Badan Penangulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Tangerang, selaku instansi yang berwenang mengeluarkan rekomendasi , tak ditemukan satu pun dokumen SLF.
Hal itu dibenarkan Kepala Bidang (Kabid) Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Kota Tangerang Bisri, di ruang kerjanya, Selasa (11/2). Bisri mengungkapkan, pihaknya belum pernah mengeluarkan rekomendasi terkait dokumen Sertifikat Laik Fungsi (SLF). Padahal dalam aturan yang tertuang dalam Perda No. 3 Tahun 2012 tentang Gedung Bangunan, sebelum bangunan itu beroperasi harus memiliki rekomendasi SLF dari dinas terkait, diantaranya, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Perkim, Dinas Pekerjaan Umum (PUPR), dan BPBD.
“Selama tiga tahun saya di BPBD belum pernah kami mengeluarkan rekomendasi SLF untuk bangunan Kavling DPR. Kami pastikan bangunan itu tidak memiliki SLF yang dikeluarkan Dinas Perizinan (BPMPTSP-red). Bangunan gudang atau apapun tidak bisa beroperasi selama belum memiliki SLF,” ungkap Bisri.
Bisri menjelaskan, dalam aturan persyaratan pengajuan rekomendasi dokumen SLF yang dimiliki BPPD itu ada 52 syarat. Salah satunya wajib scan hasil laporan pemeriksaan berkala dan rekomendasi atau surat keterangan atau sertifikat dari BPBD, yaitu terkait tentang hasil ujicoba instalasi dan perlengkapan bangunan yang meliputi instalasi kebakaran, sistem alarm, instalasi pemadam api dan hydran yang bersifat wajib.
“Dibangunan itu kan seperti gedung-gedung perkantoran, gudang apalagi pabrik berdasarkan aturan dan ketentuan harus ada jalur evakuasi dan terdapat alat pemadam kebakaran per 15 meter,” katanya.
Ia menuturkan, dokumen SLF itu sangat penting dalam pembangunan gedung dan bangunan lainnya. Karena dalam pengajuan dokumen perijinan itu harus ada izin rekomendasi dari empat dinas terkait untuk mendapatkan izin SLF. Nantinya ada tahapan pemeriksaan kelayakan bangunan yang sudah berdiri dari dinas terkait salah satunya BPPD.
“Jika pengusaha itu mengajukan izin rekomendasi kepada BPPD, nanti kita akan lakukan pemeriksaan pada bangunan tersebut, ada jalur evakuasi tidak, instalasi listriknya sudah sesuai standar aturan atau tidak. Jika tidak ada rekomendasi dari kita, bagaimana kita bisa mengetahuinya bangunan itu berdiri,” tandasnya.
Apabila bangunan di kawasan kavling DPR memiliki dokumen SLF, lanjut Bisri, potensi retribusi bisa dipungut BPBD untuk peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Tapi hingga saat ini retribusi dari kawasan tersebut sangat nihil.
Selain itu, Bisri menyayangkan dalam Perda yang mengatur kewajiban retribusi tidak mencantumkan sanksi administrasi maupun pidana. Sehingga pengusaha atau pemilik bangunan merasa tidak merasa berkewajiban akan hal itu.
” Tahun lalu kami ditarget retribusi sebesar Rp 600 juta, namun yang tercapai hanya Rp 200 juta. Kita tidak bisa pungut retrebusi itu lantaran mereka tidak pernah mengajukan rekomendasi SLF.
Dalam Perdanya juga tidak ada sanksi,” pungkasnya.
Ia berharap agar dapat meningkatkan retrebusi untuk meningkatkan PAD, Perda tersebut harus diperbaiki, dalam aturannya harus mencantumkan sanksi tegas terhadap pengusaha yang nakal.
“Aturan yang ada sekarang, pengusaha tidak memiliki SLF berarti tidak ada rekomendasi dari BPPD. Ya, kita tidak bisa memungut retrebusi,” pungkasnya. (raf)