Beranda HUKUM Sengketa Ruko Permata Cimone Masih Bergulir, Pemilik Ruko Kembali Ajukan Gugatan

Sengketa Ruko Permata Cimone Masih Bergulir, Pemilik Ruko Kembali Ajukan Gugatan

0
BERBAGI

TANGERANG – Pemilik ruko Permata Cimone eks Borobudur di Jalan Raya Merdeka, Kelurahan Cimone Jaya, Kecamatan Karawaci, mendatangi gedung DPRD Kota Tangerang, Kamis (19/5). Mereka mengadukan nasibnya atas permasalahan terkait hak kepemilikan ruko yang saat ini menjadi bagian aset Pemkot Tangerang.

Kuasa hukum pemilik ruko permata Cimone, Ghea Giasty Italiane mengatakan, pihaknya mengadu ke DPRD Kota Tangerang terkait permasalahan sertifikat kepemilikan ruko itu yang dibatalkan kepemilikannya berdasarkan putusan pengadilan tata usaha negara (PTUN), Serang Nomor 01/PBTL/BPN.36/II/2018 tanggal 28 Februari 2018.

“Mungkin dengan adanya pertemuan ini dengan wakil kami Bapak Dewan di DPRD Kota Tangerang ada secercah harapan yang mengharapkan adanya informasi atau bukti baru,” ucap Ghea.

Ghea menceritakan, sebanyak 58 pemilik ruko permata itu sempat melakukan gugatan pada 2019 lalu. Pihaknya sempat memenangkan gugatan atas kepemilikan ruko tersebut. Namun pihak BPN Provinsi Banten mengajukan banding yang akhirnya pengadilan memenangkan pihak BPN Provinsi Banten.

“Karena sudah diusir oleh Satpol PP. Akhirnya kami mengajukan gugatan ke PTUN serang pada 2019 lalu. Tingkat satunya kami menang. Pihak Majelis Hakim memutuskan bahwa warga pemilik ruko tersebut memang benar dan sah memilik SHM itu. Lalu BPN Provinsi Banten mengajukan banding. Dibanding itu kami kalah,” ujarnya.

Pada Januari 2021 lalu, lanjut Ghea, pihaknya kembali mengajukan gugatan yang kedua dan sampai saat ini masih berproses. “Dalam proses persidangan yang kedua ini mungkin adanya informasi atau bukti baru yang bisa digali dari Bapak Dewan yang bisa menolong dan memenangkan perkara ini,” ucapnya.

Ghea memaparkan, permasalahan ini bermula adanya surat keputusan dari BPN Provinsi Banten yang menyatakan bahwa pembatalan sertifikat HGB nomor 1450/Cimone atas nama PT Purna Bhakti Jaya beserta turunannya, yaitu 22 Sertifikat Hak Milik (SHM). Kemudian 11 sertifikat HGB yang diperpanjang haknya, 25 HGB yang tidak diperpanjang haknya yang berada di atas sertifikat Hak Pengelolaan (HPL) Nomor 1/Cimone atas nama pemerintah Kabupaten Tangerang. Diketahui, saat ini lahan milik aset pemkab Tangerang itu sudah diserahterimakan kepada Pemkot Tangerang.

“Padahal kami memiliki sertipikat hak milik (SHM) dan sebagian memiliki sertipikat hak guna bangunan (HGB),” tandasnya.

Diketahui, Pemkot Tangerang melakukan pengosongan 25 Ruko di Ruko Permata Cimone, Kecamatan Karawaci pada November 2019 lalu. Pengosongan lahan dan bangunan tersebut dilakukan berdasarkan surat keputusan (SK) yang dikeluarkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang membatalkan sertifikat hak guna bangunan (HGB) yang diterbitkan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dengan Nomor 1450/Cimone.

Wakil Ketua DPRD Kota Tangerang, Turidi Susanto menyatakan, pihaknya akan melakukan mediasi warga pemilik Ruko Permata Cimone itu dengan organisasi perangkat daerah (OPD) Pemkot Tangerang dan BPN Kota Tangerang serta stakeholder lainnya.

Kata Turidi, seharusnya para pemilik ruko tersebut mengetahui asal usul kepemilikan lahan ruko tersebut dari runutan akte jual beli (AJB). “Semisal tanah itu asal mulanya tanah adat atau girik atau seperti apa asal usul tanah tersebut,” ujar Turidi.

Sementara, dari sisi regulasi, asal mula tanah itu, lanjut Turidi, memang milik aset Pemkab Tangerang. Kemudian PT Purna Bakti Jaya melakukan kerjasama dalam pengelolaan lahan tersebut hingga dibangun ruko itu sampai dikeluarkannya sertipikat hak guna bangunan (HGB) oleh pihak BPN. Kemudian ruko itu dijual oleh PT Purna Bakti Jaya kepada masyarakat. Saat ini aset itu telah diserahterimakan ke Pemkot Tangerang.

“Sebenarnya PT Purna Bakti Jaya itulah yang harus bertanggung jawab. Tapi kan perusahaannya sudah bubar,” imbuhnya.

Yang lebih parah lagi, sambung Turidi, Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) mengeluarkan objek sitaan atas nama Randy Kopaha yang sudah tidak mampu membayar utang ke pihak Bank dan langsung dilakukan penyitaan. Pihak KPKNL, sambung Turidi, kemudian melakukan pelelangan ruko tersebut.

“Lelang itu kan pasti merujuk ke BPN. Data-datanya pasti minta ke BPN. Kaitan validasi. Warga sudah beli yang kemudian sertifikatnya ditingkatkan menjadi hak milik. Tapi SHM ini kemudian dibatalkan oleh pihak BPN Provinsi Banten,” tukasnya.

Turidi menambahkan, pemilik ruko itu telah mengalami kerugian lantaran adanya nilai komersil yang dilakukan baik PT Purna Bakti Jaya maupun pihak KPKNL.

“Ada sisi komersil yang merugikan masyarakat yang membelinya tapi tidak bisa menguasai bahkan legalnya dibatalkan. Sekarang PT itu pun sudah bubar tidak tahu entah berantahnya,” tutupnya.(raf)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here