BENGKULU — Korban meninggal akibat bencana banjir dan longsor di Provinsi Bengkulu bertambah menjadi 15 orang. Korban terbanyak terdapat di Kabupaten Bengkulu Tengah sebanyak 10 orang.
“Kami menyampaikan jumlah korban jiwa saat ini ada 15 orang dengan jumlah terbanyak berasal dari Bengkulu Tengah,” kata kata Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Bengkulu, Rusdi Bakar, Minggu (28/4).
Sementara itu, lima korban lainnya berasal dari Kota Bengkulu tiga orang dan Kabupaten Kepahiang berjumlah dua orang. Sedangkan lima orang lainnya masih dinyatakan hilang.
Menurutnya data korban jiwa dan yang hilang terus diperbarui petugas dari lapangan yang tersebar di sembilan kabupaten dan kota. Selain belasan korban jiwa, BPBD juga memantau sebanyak 13 ribu jiwa warga di daerah ini terdampak banjir dan longsor yang terjadi sejak Jumat (26/4) di mana 12 ribu orang dinyatakan sedang dalam pengungsian.
Rusdi mengatakan, pihaknya juga sudah menurunkan seluruh tim di kabupaten dan kota untuk membantu warga terdampak banjir dengan menyediakan tim pencari dan penyelamat hingga penyaluran bantuan dan pendirian dapur umum. Penanggulangan bencana yang melanda hampir seluruh wilayah kabupaten dan kota di Provinsi Bengkulu, dikomandoi BPBD Provinsi Bengkulu dengan markas koordinasi di Kantor BPBD di Jalan P Natadirja Kilometer 7 Kota Bengkulu.
Menurut Rusdi, masyarakat yang ingin memberikan dukungan berupa bantuan pakaian dan makanan juga dapat menyerahkan bantuan ke posko penanggulangan bencana tersebut. Sebelumnya BPBD juga telah merilis sejumlah ruas jalan rusak dan terputus akibat banjir dan longsor di wilayah ini hingga memutuskan jalur antardesa bahkan jalan nasional menghubungkan Bengkulu dengan Sumatra Selatan dan Lampung.
Sementara itu, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat jumlah pengungsi banjir yang terjadi di sembilan kabupaten dan kota di Provinsi Bengkulu pada Sabtu (27/4) lalu telah mencapai 12 ribu orang. Makanan hingga peralatan bayi menjadi kebutuhan paling mendesak bagi para pengungsi.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho mengatakan jumlah korban terdampak banjir Bengkulu sebenarnya mencapai 13 ribu orang. Namun, seribu di antaranya tidak menginap di pos pengungsian. Sementara jumlah korban meninggal sebanyak 10 orang, delapan orang hilang, dua orang luka berat, dan dua orang luka ringan.
“Data dampak bencana ini dapat bertambah mengingat belum semua lokasi bencana dapat dijangkau,” kata Sutopo dalam keterangan tertulis, Minggu (28/4).
Untuk itu, ia mengimbau masyarakat tetap waspada karena potensi hujan berintensitas tinggi masih ada. Meski, banjir sudah mulai surut di beberapa titik di Bengkulu. Lebih lanjut ia mengatakan beberapa kebutuhan mendesak bagi para pengungsi, yaitu makanan siap saji, peralatan bayi, selimut, air bersih, lampu darurat, peralatan rumah tangga untuk membersihkan lingkungan, sanitasi, tenda pengungsian, perahu karet, hingga tenaga relawan.
Selain itu, para pengungsi juga membutuhkan obat-obatan dan pertolongan medis. Sebab dikhawatirkan akan muncul beberapa jenis penyakit di daerah terdampak banjir. Misalnya, penyakit kulit, infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), dan lainnya.
Tak hanya menimbulkan korban, bencana banjir juga menimbulkan kerusakan 184 rumah, 40 titik infrastruktur jalan dan jembatan, sembilan sarana-prasarana perikanan kelautan, serta empat unit fasilitas pendidikan. Sutopo mengatakan berbagai alat berat dikerahkan untuk melakukan pembersihan akibat kerusakan yang ditimbulkan banjir.
Selain itu, berbagai rambu peringatan juga telah diberikan di titik-titik yang masih rawan. Lalu, beberapa akses jalan juga sudah bisa dilalui, meski tidak semuanya. Sebab, akses beberapa jalan memang belum bisa dibuka sama sekali.
“Koordinasi dan komunikasi ke Kabupaten/Kota juga cukup sulit dilakukan karena aliran listrik banyak yang terputus. Pendistribusian logistik terhambat karena akses jalan banyak yang terputus karena banjir dan longsor,” terangnya.
Tak hanya itu, titik lokasi bencana banjir dan longsor yang cukup banyak dan jaraknya yang berjauhan sempat menyulitkan. Di sisi lain, ada keterbatasan anggaran operasional penanganan bencana. Banjir dan longsor terjadi di sembilan kabupaten/kota, yaitu Kota Bengkulu, Kabupaten Bengkulu Tengah, dan Kabupaten Bengkulu Utara. Lalu, Kabupaten Kepahiang, Kabupaten Rejang Lebong, Kabupaten Lebong, Kabupaten Seluma, Kabupaten Bengkulu Selatan, dan Kabupaten Kaur. Posko Induk BPBD Bengkulu telah mendirikan pos pengungsian di 12 titik lokasi.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) punya penjelasan ilmiah terkait banjir yang secara merata melanda Provinsi Bengkulu pada Sabtu (27/4) hingga Ahad (28/4) ini. Banjir tersebut terkait aktivitas Osilasi Madden-Julian (OMJ), sebuah fenomena alam yang secara ilmiah mampu meningkatkan suplai massa udara basah di sebagian besar wilayah Indonesia.
Deputi Bidang Meteorologi BMKG R Mulyono Rahadi Prabowo menjelaskan, potensi cuaca ekstrem memang diproyeksikan terjadi di sejumlah wilayah di Indonesia hingga 2 Mei 2019 mendatang, salah satunya adalah Bengkulu di Pulau Sumatra. Hal ini, ujar Mulyono, tidak lepas dari aktivitas Osilasi Madden-Julian (OMJ), sebuah fenomena alam yang secara ilmiah mampu meningkatkan suplai massa udara basah di sebagian besar wilayah Indonesia.
Mulyono menyebutkan sebetulnya aktivitas OMJ bisa terjadi kapan pun karena kondisi ini merupakan bentuk osilasi dengan periode ulang 30-90 hari. Kemunculan OMJ diawali di bagian barat Samudra India dan kemudian berjalan merambat ke arah barat melewati daratan Indonesia dan bergerak ke bagian barat Samudra Pasifik.
Pusaran angin di Barat Daya Sumatera, berdasarkan pengamatan BMKG, juga bisa terjadi sepanjang tahun, termasuk saat ini bulan April. Mulyono pun menduga kondisi sangat aktifnya OMJ, dengan magnitudo ~ 2,5, yang didukung oleh adanya pusaran angin di Barat Daya Sumatra mampu menjadikan terbentuknya pertemuan angin di atas Jawa bagian barat dan memicu hujan lebat dan banjir pada akhir pekan ini.
BMKG melihat aktivitas OMJ juga mendorong pembentukan pusaran angin di sekitar Laut Sulawesi, Selat Makassar, Kalimantan Barat, dan Laut Cina Selatan Utara Kalimantan yang dapat menyebabkan terbentuknya daerah perlambatan dan pertemuan angin disekitar wilayah Indonesia bagian barat dan tengah. Kondisi tersebut diperkirakan dapat menyebabkan terjadinya potensi hujan lebat dalam periode akhir April hingga awal Mei 2019.(ant?rep/cnn)