Beranda NASIONAL Jumlahnya Terlalu Banyak Tapi Tak Efektif, Pemerintah Hentikan Rekrut CPNS Tenaga Administrasi

Jumlahnya Terlalu Banyak Tapi Tak Efektif, Pemerintah Hentikan Rekrut CPNS Tenaga Administrasi

0
BERBAGI
Menteri PAN-RB Tjahjo Kumolo (kanan) memaparkan program reformasi birokrasi dan peningkatan SDM saar rapat dengan pendapat (RDP) dengan Komisi II DPR kemarin.

JAKARTA-Pemerintah memutuskan memoratorium (menghentikan sementara) rekrutmen tenaga administrasi pada seleksi calon pegawai negeri sipil (CPNS) dalam beberapa tahun ke depan. Sebab, perbandingan jumlah pegawai tenaga administratif dan pelaksana teknis kurang berimbang. Tujuannya, membuat birokrasi lebih efisien dan profesional.

Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana menuturkan, saat ini ada 4.287.526 PNS di seluruh Indonesia. Sebanyak 1.672.135 pegawai di antaranya merupakan tenaga pelaksana administrasi. Atau sekitar 39 persen. Sedangkan PNS tenaga teknis hanya 15 persen. Sekitar 643.129 pegawai.

Jumlah tersebut tidak proporsional. “Kita ini mau ngomong birokrasi yang berkelas dunia. Tapi yang mikir (tenaga ahli/pelaksana teknis) cuma sedikit,” ujar Bima saat ditemui usai rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi II DPR RI di kompleks parlemen kemarin (18/11).

Makanya, BKN bersama Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) sepakat untuk memoratorium rekrutmen tenaga administratif. “Sudah terlalu banyak,” imbuhnya. Mengingat, pengelolaan data, dokumen, dan administrasi birokrasi akan berbasis teknologi ke depan.

Praktis, semakin sedikit tenaga administratif yang dibutuhkan. “Mungkin lima persen (dari jumlah PNS se-Indonesia) saja sudah cukup,” katanya.

Sampai kapan akan dimoratorium? Bima menjawab, sampai jumlahnya proporsional. Artinya, tergantung seberapa banyak instansi yang menggunakan SPBE (Sistem Pemerintah Berbasis Elektronik).

Menteri PAN-RB Tjahjo Kumolo menuturkan, moratorium rekrutmen CPNS tenaga administratif tidak hanya berlaku untuk tahun ini. “Terus, sampai jumlahnya nanti proporsional,” jelasnya. Pemerintah saat ini membutuhkan rekrutmen yang tepat untuk mewujudkan birokrasi yang efisien. Artinya, dibutuhkan banyak tenaga teknis dengan keahlian yang sesuai untuk mempercepat pelayanan.

Saat ini prioritas kerja Presiden RI Joko Widodo salah satunya adalah membangun sumber daya manusia yang unggul. Di dalamnya, termasuk meningkatkan kualitas pendidikan dan kesehatan. “Maka untuk penerimaan CPNS tahun ini diprioritaskan untuk tenaga guru, kesehatan, dan tenaga teknis lainnya.  Tidak menerima tenaga administrasi,” beber alumnus Fakultas Hukum Universitas Diponegoro itu.

Berdasarkan laporan evaluasi BKN, Tjahjo menyatakan, Indonesia kekurangan guru dengan status PNS. Butuh setidaknya tiga tahun agar jumlahnya benar-benar memenuhi. Karena, jumlah guru yang pensiun dan yang diangkat hampir sama. Kepala daerah hingga kepala sekolah dilarang mengangkat honorer.Perawat juga demikian.

Kemudian, di daerah-daerah juga membutuhkan tenaga teknis untuk meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masayarakat. Seperti, penyuluh pertanian, peternakan, dan ahli teknologi informasi (TI).

Dengan komposisi PNS yang didominasi tenaga administratif saat ini, praktis program visi dan misi Presiden RI tidak akan berjalan optimal. “Fenomena yang terjadi saat ini banyak tenaga administratif yang difungsikan sebagai tenaga teknis. Itu kan tidak pas. Berarti tidak profesional dong,” keluh menteri 61 tahun itu.

Menurut dia, ASN harus memiliki integritas, nasionalisme, profesionalisme, dan berwawasan global. Kemudian, juga harus bisa berbahasa asing, terutama bahasa Inggris dan menguasai teknologi informasi. Dan yang terpenting, dalam bekerja harus bisa melayani masyarakat.

Selain itu, saat ini Tjahjo sedang berusaha merampingkan pejabat struktural eselon di birokrasi kementerian/lembaga dan pemerintah daerah. Memenuhi arahan Jokowi untuk mereformasi birokrasi. Mempercepat pelayanan dan memberikan izin, menghapus pola pikir linier, monoton, dan terjebak pada zona nyaman. Serta, harus adaptif, produktif, inovatif, dan kompetitif di tingkat global.

Tidak mudah memang. Banyak aspek yang harus dipertimbangkan. Mengingat, setiap kementerian/lembaga memiliki satuan kerja yang tidak sedikit. Dan mempunyai fungsi dan tugas tertentu. Bisa jadi malah tugas dan fungsi strategis.Termasuk mengalihkan dari jabatan struktural ke fungsional harus setara. Begitu juga menilik aspek tunjangan dan gaji. Harus selektif.

Dalam Surat Edaran MenPAN-RB Nomor 391 tahun 2019 tentang langkah strategis dan konkret penyederhanaan birokrasi, Tjahjo menyebut, ada posisi atau jabatan yang tidak bisa dirampingkan begitu saja. Yakni, jika memiliki tugas dan fungsi sebagai kepala satuan kerja yang memiliki kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran maupun barang dan jasa. Kemudian, jika jabatan tersebut memiliki tugas yang berkaitan dengan otoritas, legalisasi, pengesahan dan persetujuan dokumen.

“Juga yang bersifat khusus berdasarkan usulan kementerian/lembaga dan pemda yang dirasa perlu dan terkait pelayanan masyarakat,” terangnya. Seperti usulan yang disepakati anggota Komisi II DPR RI dalam RDP kemarin, antara lain, camat dan lurah. Sebab, peran jabatan itu sangat dibutuhkan dan bersentuhan langsung dengan masyarakat. Justru, dua posisi itu harus diperkuat perannya. Peran camat dan lurah sangat vital untuk melakukan peningkatan kualitas hidup masyarakat. Seperti penyuluhan kesehatan, imunisasi, pelayanan administrasi kependudukan, dan program kesejahteraan keluarga lainnya.

Tjahjo mengungkapkan, dalam pertemuan dengan perwakilan kementerian/lembaga pada Jumat pekan lalu (15/11), malah ada yang meminta untuk menghapus beberapa posisi eselon I dan II. Memangkas birokrasi untuk mempercepat pelayanan investasi agar tidak terhambat. Salah satu yang diucapkannya yaitu Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN). “Mereka yang punya ide utuk merampingkan. Merasa ada deputi yang tidak diperlukan,” jelasnya.

Makanya, mantan Menteri Dalam Negeri itu meminta masing-masing instansi untuk melaksanakan langkah strategis dan konkret untuk mengidentifikasi unit kerja yang dapat disederhanakan dan dialihkan jabatan strukturalnya ke fungsional. Kemudian, memetakan unit kerja yang terdampak sekaligus mempertimbangkan kesetaraan jabatan-jabatan struktural tersebut dengan jabatan fungsional.

Selanjutnya, menganalisa kebutuhan jabatan fungsional yang dibutuhkan dan menyelaraskan dengan kebutuhan anggaran terkait penghasilan. “Jangan lupa mensosialisasi dan memberikan pemahaman kepada seluruh pegawai instansi,” tambahnya. Setelah itu semua dilakukan, laporan hasil identifikasi dan pemetaan dilaporkan ke KemenPAN-RB paling lambat minggu ke-4 bulan Desember 2019. Jika berjalan sesuai rencana, harapannya proses transformasi bisa dijalankan paling lambat minggu ke-4 bulan Juni 2020. (han)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here