BOGOR, TANGERANGEKSPRES.CO.ID – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui Satgas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Pasti) mencatat, sejak 2017-2022 investasi ilegal telah merugikan masyarakat di Indonesia, dengan jumlah total mencapai Rp139,03 triliun.
Analis Eksekutif Senior Kelompok Spesialis Pengawasan Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen, Fajaruddin mengatakan, ada tiga entitas yang dilakukankan pemblokiran atau dihentikan oleh OJK dalam enam tahun terakhir, yakni sejak 2017 hingga 11 November 2023.
Yaitu, 1.196 pada investasi ilegal, 6.055 pada pinjol, dan 251 pada entitas gadai, atau dengan total keseluruhan mencapai 7.501 entitas yang telah dihentikan.
Sementara, investasi ilegal sejak 2017-2022 telah merugikan masyarakat dengan jumlah kerugian mencapai Rp139,03 triliun. Jumlah kerugian tersebut paling banyak di 2022.
“Rinciannya, 2017 kerugian masyarakat mencapai Rp4,4 triliun, 2018 capai Rp1,4 triliun, 2019 Rp4 triliun, 2020 Rp5,9 triliun, 2021 Rp2,54 triliun, dan 2022 Rp120,79 triliun,” katanya dalam acara Capacity Building, di Hotel Royal Tulip, Bogor, Selasa (21/11).
Di samping itu, pihaknya juga mencatat aduan yang masuk terhitung sejak 1 Januari hingga 30 Oktober 2023 ini, dengan rincian 8.991 aduan tentang pinjol ilegal, dan 388 aduan investasi ilegal.
Bila dihitung berdasarkan daerah, maka Provinsi Jawa Barat menempati urutan pertama dengan jumlah mencapai 2.014 aduan, kemudian disusul DKI Jakarta 1.521 aduan, Jawa Timur 973, Jawa Tengah 945, Banten 735, dan daerah lainnya mencapai 3.192 aduan.
Dikatakan Fajaruddin, bahwa berdasarkan UU Nomor 4 2023, pasal 6 ayat 1 dijelaskan bahwa Otoritas Jasa Keuangan melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap Perilaku Pelaku usaha jasa keuangan serta Pelaksanaan edukasi dan Pelindungan Konsumen.
Sementara, beberapa isu dan permasalahannya diantaranya karena biaya yang tidak transparan dalam perjanjian, penagihan yang kurang beretika, informasi produk atau layanan yang tidak akurat dan menyesatkan.
“Kemudian marak terjadi kebocoran data konsumen, hingga klausul perjanjian yang tidak sesuai perundangan-undangan,” tuturnya.
Di tempat yang sama, Kepala Kantor OJK Jakarta, Bogor, Depok, Bekasi dan Banten (KOJT), Roberto Akyuwen mengatakan, melalui Satgas Pasti KOJT, sejak Januari hingga Oktober 2023 telah menuntaskan 115 perkara pidana di sektor jasa keuangan (SJK). Dari jumlah tersebut, paling banyak atau 90 perkara diantaranya pada sektor perbankan, dengan rincian terdiri dari 90 Perkara Perbankan, 5 Perkara Pasar Modal, dan 20 Perkara Industri Keuangan Non-Bank.
Sementara Pengaduan yang terjadi di perbankan terbanyak ada di 54 di BPR dan 8 di BPRS yang ada di wilayah Banten.
“Tingginya tindak pidana tersebut diakibatkan oleh akses informasi dan publikasi yang luas, sehingga masyarakat dengan mudahnya tergiur dengan investasi dan pinjaman online ilegal,” katanya.
Maka dari itu, pihaknya gencar melakukan sosialisasi kepada aparat penegak hukum dalam rangka penguatan koordinasi dan komunikasi terkait penanganan terhadap tindak pidana di sektor jasa keuangan yang saat ini semakin kompleks permasalahannya.
“Dengan demikian, upaya preventif dan efektifitas penegakan hukum yang dilakukan OJK diharapkan dapat mendorong pemilik dan pengurus lembaga jasa keuangan untuk senantiasa meningkatkan penerapan tata kelola dan pemantauan terhadap potensi terjadinya tindak pidana sektor jasa keuangan,” jelasnya.
Selain itu, pihaknya juga mengimbau kepada masyarakat untuk mewaspadai tindak pidana di sektor jasa keuangan, baik investasi maupun pinjol ilegal.
Masyarakat juga diminta untuk dapat memastikan bahwa lembaga keuangan yang menawarkan layanan telah terdaftar dan diawasi oleh OJK, paling tidak berpegangan pada formula 2L yaitu, legal dan logis.
“Legal bukan berarti hanya lembaga tersebut legal. Tapi, semua aktivitas yang dilakukan perbankan tersebut dalam bentuk kelembagaan. Produk-produk yang diluncurkan oleh perbankan itu pun harus memenuhi kaidah-kaidah legal. Sementara, untuk logis, berbagai produk yang ditawarkan harus logis. Pengembalian tingkat bunga harus masuk akal seperti tingkat bunga jangan membatasi MPS dan persyaratan dilengkapi,” ungkapnya. (*)
SYIROJUL UMAM/TANGERANG EKSPRES