JAKARTA-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan politikus Fraksi Golkar Fayakhun Andriati (FA) usai menjalani pemeriksaan perdana terkait kasus yang melilitnya.
Saat keluar dari ruang pemeriksaan sekitar pukul 17.25 WIB dengan mengenakan rompi tahanan KPK warna oranye, Fayakhun memilih bungkam saat dicecar berbagai pertanyaan oleh awak media.
Terpisah, terkait penahanan Fayakhun, Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, Fayakhun akan ditahan 20 hari pertama di rutan cabang KPK. “FA ditahan 20 hari pertama di rutan cabang KPK,” ujarnya saat dikonfirmasi, Rabu (28/3).
Pada kasus ini, Fayakhun diduga menerima ?hadiah atau janji berupa uang setelah memuluskan anggaran proyek Bakamla. Dia mendapatkan imbalan satu persen dari proyek senilai Rp 1,2 triliun atau sebesar Rp 12 miliar.
Selain itu, Fayakhun juga diduga menerima dana suap sebesar USD 300 ribu. Uang tersebut diduga diterima Fayakhun dari proyek pengadaan di Bakamla.
Sejumlah uang yang diterima Fayakhun tersebut berasal dari Direktur Utama Melati Technofo Indonesia (PT MTI), Fahmi Dharmawansyah melalui anak buahnya, M. Adami Okta. Uang tersebut diberikan dalam empat kali tahapan.
?Selain itu, terdapat juga sejumlah nama anggota DPR yang disebut menerima suap terkait proyek pengadaan alat satelit monitoring (satmon) di Bakamla. Mereka yakni, Politikus PDI Perjuangan, TB. Hasanuddin dan Eva Sundari, Politikus Partai Golkar, Fayakhun Andriadi, serta dua Politikus NasDem, Bertus Merlas dan Donny Priambodo.
Hal tersebut terungkap ketika Direktur PT Melati Technofo Indonesia (PT MTI), Fahmi Darmawansyah bersaksi untuk terdakwa mantan pejabat Bakamla, Nofel Hasan, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, beberapa waktu lalu.
Dalam kesaksiannya, Fahmi mengakui pernah memberikan uang sebesar Rp 24 miliar atau enam persen dari nilai total proyek alat satmon Bakamla sebesar Rp 400 miliar kepada Ali Fahmi alias Fahmi Habsyi selaku narasumber Bakamla.
Uang tersebut diduga telah disalurkan Ali Fahmi kepada sejumlah anggota DPR untuk meloloskan anggaran proyek Bakamla ini.? Namun, KPK belum dapat mendalami lebih lanjut keterangan dari Ali Fahmi. Sebab, Fahmi hingga hari ini belum diketahui keberadaan. Terkait hal tersebut, dalam berbagai kesempatan para pihak anggota DPR yang dituding menerima duit pelumas proyek di Bakamla telah membantahnya.
Diketahui, dalam kasus ini, mantan Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Badan Keamanan Laut (Bakamla) Nofel Hasan divonis bersalah oleh Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi. Ia divonis hukuman empat tahun penjara dengan denda Rp200 juta subsider dua bulan penjara.
“Mengadili, menyatakan Nofel Hasan secara sah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama,” kata Ketua Majelis Hakim Diah Siti Basariah di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat, Senin (19/3) lalu.
Nofel divonis bersalah lantaran bersama dua pejabat Bakamla lainnya menerima uang SGD 104.500 dari Direktur PT Melati Technofo Indonesia dan PT Merial Esa Fahmi Darmawansyah. Uang itu diberikan karena Nofel mengajukan proyek satelit monitoring yang kemudian masuk di dalam APBN-P 2016.
Dalam vonis Nofel tersebut, majelis hakim mempertimbangkan beberapa hal yang memberatkan dan meringankan vonis kepada Nofel. Pertimbangan yang memberatkan antara lain perbuatan yang dilakukannya tidak mendukung program pemberantasan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh pemerintah.
Sedangkan pertimbangan yang meringankan yakni, selama menjalani persidangan Nofel berlaku sopan, berterus terang, belum pernah dipidana, dan tidak berpenghasilan. Kondisi Nofel Hasan yang masih menjadi tulang punggung keluarga juga menjadi salah satu pertimbangan yang meringankan vonis. “Pidana penjara selama empat tahun dan denda Rp 200 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayarkan akan diganti menjadi pidana kurungan selama dua bulan,” jelas hakim.
Sementara itu, Nofel hasan mengaku menerima apa yang menjadi putusan majelis hakim. “Setelah berkomunikasi dengan tim kuasa hukum, saya menerima hasil putusan,” ujar Nofel. (jpc)