JAKARTA–Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (Banggar DPR) dan pemerintah sepakat untuk mengubah kembali asumsi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menjadi Rp14.500 dari sebelumnya Rp14.400 per dolar AS. Perubahan asumsi kurs tersebut akan tertuang dalam RAPBN 2019.
Sebagian anggota Banggar DPR menyebut kesepakatan dengan Rapat Panja Asumsi Dasar, nilai tukar Rp14.500 per dolar lebih nyaman dengan kondisi saat ini. Anggota Banggar dari Fraksi PDIP Daniel Lumban Tobing beralasan kecenderungan nilai tukar tahun depan masih fluktuatif.
Anggota Banggar dari Fraksi PAN Nasril Bahar juga mengaku sempat meragukan asumsi kurs Rp14.400 per dolar AS, mengingat nilai tukar saat ini menyentuh Rp14.800 per dolar AS. Apalagi, memasuki tahun politik, ia menilai nilai tukar semakin berfluktuasi.
“Kita akan masuk tahun politik ini, menambah nilai tukar tidak menentu,” ujarnya di Gedung DPR, Selasa (18/9).
Sebelumnya dari hasil pembahasan bersama Komisi XI DPR RI dengan pemerintah, disepakati nilai tukar rupiah untuk tahun depan sebesar Rp 14.400. “Pertumbuhan ekonomi 5,3 persen, inflasi 3,5 persen, nilai tukar rupiah usulan dari Komisi XI Rp 14.400 jadi Rp 14.500,” kata pimpinan Banggar DPR RI Said Abdullah di hadapan peserta rapat pada Selasa (18/9).
Sebelumnya, sejumlah anggota Banggar mendiskusikan dinamika nilai tukar rupiah belakangan ini yang dikaitkan dengan dasar pemerintah mematok asumsi nilai tukar tahun depan sebesar Rp 14.400. Banyak yang mempermasalahkan pelemahan rupiah, di mana belakangan ini pergerakannya ada pada level Rp 14.800 sampai Rp 14.900.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Suahasil Nazara menuturkan pemerintah sepakat dengan asumsi baru tersebut. Pemerintah juga mengklaim lebih percaya diri dengan asumsi kurs Rp14.500 – Rp14.600 per dolar AS.
Pun demikian, ia tak sepakat dengan pernyataan tahun politik akan membuat nilai tukar lebih berfluktuasi. Menurut perkiraannya, kurs tahun depan akan lebih stabil, bahkan berpotensi menguat karena tekanan pakasr modal tidak akan terlalu dahsyat.
“Kami sepakat dengan kisaran BI yang ada pada Rp 14.300-Rp 14.700 per dollar AS, lebih spesifik lagi Rp 14.500-Rp 14.600 kalau mau menghitung RAPBN,” ujarnya.
Nantinya, asumsi makro ekonomi ini akan menjadi bahan diskusi di rapat kerja (raker) antara anggota Banggar dengan Menteri Keuangan, Gubernur BI, dan Menteri PPN/Kepala Bappenas. Hasil dari raker ini akan dibawa ke rapat paripurna.
Mengutip pernyataan Bank Indonesia (BI), kata Suahasil, The Fed kemungkinan tidak mengerek suku bunga acuannya sekencang tahun ini. Sebelumnya, BI memproyeksi kenaikan Fed Rate berkisar 125 basis poin. Kenaikan itu jauh lebih rendah dibanding tahun ini yang mencapai 175 basis poin.
“Kami hanya melihat rentang angka yang cukup nyaman. Kami memang nyaman di dalam rentang Rp14.400 hingga Rp14.700 per dolar AS, seperti diusulkan BI. Namun, untuk mendesain APBN, kami pepetkan lagi ke angka Rp14.500 per dolar AS. Kami nyaman dengan angka ini,” imbuh dia.
Perubahan asumsi nilai tukar ini tentu akan berdampak pada postur penerimaan dan pendapatan APBN tahun depan. Hanya saja, pemerintah masih perlu menghitung lagi dampaknya ke pos-pos tersebut, termasuk besaran defisit APBN.
Di dalam nota keuangan yang disampaikan pemerintah, pendapatan negara tahun depan diproyeksi Rp2.142,5 triliun dan belanja sebesar Rp2.439,7 triliun. Artinya, pemerintah diproyeksi akan mengalami defisit Rp297,2 triliun atau 1,84 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
“Kami belum hitung dampaknya ke penerimaan dan belanja untuk berikutnya. Yang jelas sebelumnya kami pernah menghitung, bahwa pelemahan rupiah sebesar Rp100 mengakibatkan net surplus bagi APBN sebesar Rp1,1 triliun hingga Rp1,2 triliun,” pungkas dia.(cnn)