JAKARTA – Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mencatat jumlah penyaluran KUR hingga 31 Agustus 2018 mencapai Rp88 triliun atau 70,9% dari target Rp123,531 triliun sepanjang 2018 dengan kredit bermasalah (NPL) 0,05%.
“Posisi Agustus 2018, jumlah KUR yang diberikan Rp88 triliun plafonnya dengan saldo atau baki debet Rp76 triliun diberikan kepada 3.324.645 debitur,” kata Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian Iskandar Simorangkir, seperti dikutip dari Harian Neraca, Kamis (20/9).
Ia mengatakan, jumlah debitur pada Agustus 2018 meningkat dibandingkan posisi Agustus 2017 yang tercatat 2.734.490 nasabah. Iskandar menyebutkan bahwa penyaluran KUR terdiri atas skema KUR Mikro 66,7%, KUR Kecil 33%, dan KUR TKI 0,3%. “Kinerja ini menunjukkan keberpihakan pemerintah terhadap pemerataan akses pembiayaan untuk usaha kecil,” ujar dia.
Adapun penyaluran KUR menurut wilayah didominasi di Pulau Jawa dengan porsi penyaluran sebesar 56,1%, diikuti dengan Sumatera 19,4%, dan Sulawesi 9,5%. Kinerja penyaluran KUR per provinsi tersebut sesuai dengan sebaran UMKM di Indonesia. Sementara dilihat dari sektor ekonomi, penyaluran KUR untuk sektor produksi terus berjalan mengejar target sebesar 50% di 2018.
Sampai dengan 31 Agustus 2018 tercatat porsi penyaluran KUR sektor produksi (pertanian, perikanan, industri, konstruksi, dan jasa-jasa) sebesar 42,8% atau meningkat dari penyaluran KUR sektor produksi periode Juli 2018 sebesar 38,5%. Rapat Koordinasi Komite Kebijakan Pembiayaan bagi UMKM juga menetapkan penambahan plafon KUR 2018 sebesar Rp100 miliar sehingga plafon KUR 2018 berubah dari Rp123,53 triliun menjadi Rp123,63 triliun. Penambahan plafon KUR 2018 tersebut diberikan kepada empat penyalur KUR, dengan tiga penyalur KUR meminta perubahan alokasi plafon dan satu penyalur KUR meminta penurunan plafon KUR 2018.
Pemerintah juga memberikan keringanan berupa sejumlah perlakuan khusus kepada nasabah KUR yang terdampak gempa di Nusa Tenggara Barat (NTB).
Perpanjangan jangka waktu KUR karena restrukturisasi khusus untuk debitur terdampak gempa di NTB antara lain ditujukan bagi kredit modal kerja (KMK) KUR mikro dari tiga tahun menjadi enam tahun dan kredit investasi (KI) dari lima tahun menjadi delapan tahun. Kemudian, relaksasi juga diberikan untuk KMK KUR kecil dari empat tahun menjadi tujuh tahun dan KI dari 5 tahun menjadi 8 tahun.
Restrukturisasi penanganan debitur terdampak gempa dilakukan dengan memberikan perlakuan khusus di luar yang diatur dalam Peraturan Menko Perekonomian Nomor 11 Tahun 2017 dengan acuan POJK Nomor 45/POJK.03/2017.
Kemudian, relaksasi ketentuan plafon akumulasi KUR mikro untuk sektor perdagangan (non-produksi) dapat sebesar maksimum Rp25 juta, yang ditambahkan ke sisa saldo KUR yang direstrukturisasi sesuai dengan penilaian perbankan. Plafon akumulasi KUR mikro untuk sektor perdagangan dapat sebesar maksimum Rp25 juta tersebut ditujukan untuk tambahan modal baru supaya dapat memulai usaha setelah terdampak gempa.
Sementara relaksasi ketentuan plafon akumulasi KUR kecil dan KUR khusus dapat sebesar maksimum Rp500 juta yang ditambahkan ke sisa saldo KUR. Kemenko Perekonomian mencatat sebanyak 10.409 debitur KUR terdampak gempa NTB sehingga berpotensi untuk direstrukturisasi.(okz)