Beranda INFO BHAYANGKARA Target Sejuta Rumah Yakin Tercapai

Target Sejuta Rumah Yakin Tercapai

0
BERBAGI
PEMBANGUNAN RUMAH: Program sejuta rumah tahun 2018 diyakini bisa tercapai. untuk merealisasikan itu, pemerintah berencana menaikkan anggaran subsidi rumah murah dalam APBN hingga dua kali lipat, FOTO: Ilustrasi

Jakarta — Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) yakin pelaksanaan Program Sejuta Rumah pada 2018 ini bakal berhasil. Bahkan Direktur Jenderal Penyediaan Perumahan Kementerian PUPR Khalawi Abdul Hamid mengatakan tahun ini program tersebut bisa tercapai sampai dengan 1,1 juta unit.

Keyakinan didasarkannya pada realisasi pembangunan Program Sejuta Rumah. Data yang dimilikinya, sampai pertengahan Oktober ini sudah mencapai 850 unit. “Jadi tinggal 150 ribu lagi,” katanya di Jakarta, Senin (22/10).

Program Sejuta Rumah dilaksanakan pemerintahan Presiden Jokowi sejak awal ia menjabat. Tapi sejak itu pula, pembangunan rumah tak pernah mencapai 1 juta unit.

Pada 2015, rumah yang terbangun dari pelaksanaan program tersebut hanya mencapai 699.957 unit. Pada 2016, pencapaian naik menjadi 881.102 unit. Sedangkan pada 2017 kemarin, Program Sejuta Rumah baru berhasil mencapai 904.758 unit.

Khalawi mengatakan pada tahun-tahun tersebut Program Sejuta Rumah memang mendapatkan banyak masalah. Salah satu masalah, berkaitan dengan koordinasi pemerintah pusat dan daerah yang belum berjalan baik.

Selain itu, program juga terkendala oleh masalah bencana alam. “Program ini kan baru. Perlu adanya sosialisasi dan masih ada hal krusial yang terjadi dan perlu diatasi,” katanya.

Sementara itu, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono usai menghadiri pembukaan Indonesia Property Expo (IPEX) 2017 di Jakarta Convention Center (JCC), Jumat (11/8) lalu menjelaskan, pemerintah berencana menaikkan anggaran subsidi rumah murah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga dua kali lipat pada tahun depan jika dibandingkan tahun ini. Hal ini dilakukan untuk mempercepat upaya penyediaan rumah murah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR)

Dalam APBN Perubahan 2017, pemerintah memangkas anggaran Fasilitas Likuditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) dari semula Rp 9,7 triliun menjadi Rp 3,1 triliun untuk 40 ribu unit. Sementara, anggaran Subsidi Selisih Bunga (SSB) meningkat dari Rp312 miliar menjadi Rp615 miliar untuk 239 ribu unit. Kemudian, pemerintah juga mengalokasikan Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM) sebesar Rp1,1 triliun untuk 279 ribu unit.

Dengan demikian, total alokasi anggaran untuk rumah murah pada tahun ini mencapai Rp4,7 triliun.

“Beliau (Presiden Joko Widodo) sejak dari Riau kemarin sudah memanggil Menteri Keuangan (Sri Mulyani), supaya anggaran FLPP dan SSB itu di-double-in untuk tahun depan dari tahun 2017 ini,” tutur Basuki.

Sebelumnya, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Rusli Abdullah menyatakan, program menyediakan 1 juta rumah bagi penduduk Indonesia tahun ini terancam tidak mencapai target.

Pemotongan anggaran Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dalam APBN-P 2017 yang hampir 60 persen dari Rp9,7 triliun menjadi Rp3,1 triliun, dipastikan akan berdampak pada target pencapaian program 1 juta rumah di tahun 2017 untuk program KPR Bersubsidi.

Rusli mengatakan, jika mengacu pada rencana Kerja Direktorat Jenderal Pembiayaan Perumahan Kementerian PUPR tahun ini, maka pemerintah menargetkan bisa menyediakan rumah untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) sebanyak 600 ribu unit.

Rinciannya, 225 ribu unit rumah disiapkan melalui skema subsidi selisih bunga (SSB) dan 375 ribu unit melalui skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP KPR).

Namun akibat pemotongan anggaran, jumlah rumah yang dapat dibangun hanya menjadi 270 ribu unit yang terdiri dari 239 ribu unit melalui skema SSB dan sisanya 40 ribu unit melalui KPR FLPP. Skema SSB meningkat 14 ribu unit, sedangkan skema FLPP KPR turun drastis sebesar 335 ribu unit.

“Pemotongan anggaran ini pasti akan berimplikasi pada gagalnya pencapaian program 1 juta rumah tahun 2017 yang sebanyak 700 ribu untuk MBR. Apabila skema rumah subsidi menjadi 270, ribu maka pencapaian program 1 juta rumah 2017 untuk MBR akan jauh lebih rendah dibandingkan dengan 2016 yang mencapai 569.382 rumah MBR,” ujar Rusli seperti di dilansir CNNIndonesia.com, Kamis (13/7) lalu.

Ia menekankan, pemerintah perlu mereformulasi ulang skema program 1 juta rumah dengan mengacu pada fakta keterbatasan anggaran pemerintah.

Jika melihat pada tahun sebelumya, pada tahun 2015 dibutuhkan anggaran Rp1.620 triliun untuk memenuhi kebutuhan perumahan MBR. Angka tersebut kurang lebih mencapai 80 persen dari angka APBN 2016 Indonesia yang berkisar di angka sekitar Rp2.000 triliun.

Besaran dana tersebut digunakan untuk membangun 8,1 juta rumah MBR yang pada tahun 2015 dengan asumsi harga rumah KPR Rp200 juta per unitnya.

Reformulasi ulang tersebut menurutnya juga harus diikuti dengan perubahan pola pikir pemerintah dalam menyediakan hunian kepada warganya.

Ia menilai penyediaan rumah atau hunian sementara (bridging house) bagi masyarakat golongan MBR bisa menjadi salah satu kunci untuk mengatasi kesenjangan jumlah penduduk dengan kepemilikan rumah (backlog) yang ada pada saat ini.

Hunian sewa sementara ini dapat dipatok dengan harga sewa berada di bawah harga sewa pasar, dengan harapan MBR bisa memenuhi kebutuhan perumahan yang layak.

“Selama berada di hunian sewa sementara, pemerintah kan bisa memberikan peningkatan pendidikan pengalaman atau kecakapan kepada para penghuni hunian sewa melalui penciptaan lingkungan usaha yang sehat, agar bisa meningkatkan kapasitas individu ekonominya,” jelasnya.

Sejalan dengan itu, pemerintah disarankan perlu menggaet pihak swasta maupun perusahaan BUMN melalui program Corporate Social Responsibility (CSR) untuk menyediakan lingkungan sosial ekonomi baru yang dapat menampung para penghuni hunian sewa sementara. Hal ini juga bertujuan untuk meredistribusi penduduk dari pusat kota ke daerah-daerah penyangga atau daerah pusat pertumbuhan baru.

Ia menambahkan pembangunan hunian sewa sementara pun bisa dilakukan dengan menggunakan aset-aset yang mangkrak milik pemerintah pusat atau provinsi seperti tanah.

“Hal ini secara tidak langsung akan mereduksi biaya lahan yang menjadi salah satu komponen besar dalam pembangunan hunian di tengah keterbatasan anggaran pemerintah,” katanya.(cnn)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here