Beranda NASIONAL Investigasi Awal Black Box Lion Air, Alami 6 Masalah Sebelum Jatuh

Investigasi Awal Black Box Lion Air, Alami 6 Masalah Sebelum Jatuh

0
BERBAGI
HASIL INVESTIGASI AWAL: Ketua Subkomite Penerbangan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), Nurcahyo Utomo memaparkan investigasi awal kotak hitam Lion Air JT-610, Rabu (28/11). (FEDRIK TARIGAN/ JAWA POS)

JAKARTA–Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) memaparkan laporan awal terkait jatuhnya pesawat Lion Air JT-610 dengan nomor penerbangan PK-LPQ di perairan Tanjung Karawang, Jawa Barat, pada 29 Oktober 2018 lalu. Sejumlah kerusakan pun berhasil diidentifikasi dari Flight Data Recorder (FDR).

Ketua Subkomite Penerbangan KNKT, Nurcahyo Utomo mengatakan, burung besi nahas tersebut mengalami setidaknya enam masalah sebelum akhirnya jatuh ke laut. Masalah itu muncul sejak empat penerbangan terakhir.

“Dari data perawatan pesawat, sejak 26 Oktober, tercatat ada enam masalah atau enam gangguan yang tercatat di pesawat ini,” ujar Nurcahyo di aula KNKT Gambir, Jakarta Pusat, Rabu (28/11).

Enam gangguan tersebut meliputi, airspeed and altitude flight atau tidak bisa mengatur kecepatan dan ketinggian pesawat; speed trim fail light; Indicated Airspeed (IAS) and Altitude (ALT) Disagree atau kegagalan indikator kecepatan dan ketinggian pesawat; maintenance light illuminate after landing; autothrottle arm disconnect; feel diff press light illuminate.

Dia juga menyatakan, salah satu aspek yang mengalami kerusakan yaitu pengukur sudut antara sayap pesawat dengan aliran udara yang melewati sayap atau Angel of Attack (AoA).

Kerusakan ini ditandai dari perbedaan AoA kiri dan kanan. AoA sebelah kiri lebih tinggi 20 derajat dari AoA sebelah kanan. Kerusakan ini berlanjut hingga pesawat tersebut jatuh.

“AoA ini berbeda dari FDR pertama kali merekam, artinya dari listrik masuk pesawat sudah tercatat perbedaan (antara AoA kanan dan kiri, Red),” ujar Nurcahyo di aula KNKT Gambir, Jakarta Pusat, Rabu (28/11).

Nurcahyo menuturkan, ketika pesawat dalam keadaan diam, AoA memang kerap kali tidak bekerja efektif, karena aliran udara yang terbaca tidak konsisten. Namun, setelah burung besi bergerak AoA akan bekerja maksimal.

“Masalah lagi karena AoA mengukur sudut, dia akan menjadi efektif setelah pesawat bergerak. Kalau belum bergerak kena angin dari samping yang satu bisa naik, yang satu lagi karena ketutup badan pesawat jadi diam, bisa saja terjadi,” jelasnya.

Masalah tak berhenti di situ. Tak ada AoA indicator di ruang kemudi atau cockpit pesawat Boeing jenis 737 max 8 itu. Sehingga akan menyulitkan pilot untuk mengetahui kerusakan pada AoA tersebut.

“Masalahnya di cockpit tidak ada indikator awal jadi pilot tidak tahu,” ucap Nurcahyo.

Kerusakan itu muncul bergantian sejak empat penerbangan Lion Air JT-610 terakhir. Mulai dari penerbangan Tianjin Binhai Tiongkok–Medan, Denpasar–Manado, Manado–Denpasar, dan Denpasar–Jakarta.

Lebih lanjut, Nurcahyo menegaskan, temuan awal ini merupakan fakta dari FDR. Bukan analisis kecelakaan atau kesimpulan yang dibuat oleh tim investigasi. Analisis dan kesimpulan baru bisa dibuat setelah seluruh fakta didapat.

“Laporan awal ini disampaikan dalam 30 hari setelah kejadian, berisi fakta yang telah terkumpul dalam waktu 30 hari. Ini bukan analisis dan kesimpulan karena fakta belum semua terkumpul,” jelasnya.

Nurcahyo menuturkan, KNKT akan bekerja seefektif mungkin dalam mengungkap jatuhnya Lion Air JT-610. Mengingat ini sangat dibutuhkan oleh dunia penerbangan internasional untuk mencegah tragedi yang sama terulang di kemudian hari.

“KNKT akan berusaha menyelesaikan dalam 12 bulan. Karena ini jadi perhatian dunia. Dan banyak yang ingin belajar agar tidak terulang,” pungkasnya.(ce1/sat/JPC)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here