JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan kebijakan terkait uang muka (down payment/DP) 0 persen untuk kredit kendaraan bermotor. Dengan adanya aturan tersebut, diharapkan bisa mendorong pertumbuhan industri pembiayaan dan memicu pertumbuhan ekonomi.
Menanggapi hal tersebut, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan, adanya kebijakan tersebut tidak akan mengganggu stabilitas sistem keuangan perbankan. Sebab, perbankan juga memiliki manajemen risiko untuk mengukur kemampuan bayar dari nasabahnya.
Sebab perbankan juga tidak ingin angka kredit macet melambung tinggi dengan adanya aturan baru ini.Apalagi BI juga menetapkan kepada seluruh Perbankan angka kredit macet (Non Performing Loan/NPL) tidak boleh lebih dari 5 persen.
“Bank-Bank NPL enggak boleh lebih dari 5 persen. Jadi aturan Manajemen Risiko saya kira sesuai ketentuan kehati-hatian,” ujarnya dalam acara Konferensi Pers di Kompleks Bank Indonesia, Jakarta, Kamis (17/1).
Lagi pula lanjut Perry, meskipun ada aturan yang memperbolehkan untuk menerapkan DP 0 persen, namun dalam kenyataannya tidak betul-betul 0 Rupiah. Karena biasanya ada beberapa mekanisme yang disiapkan oleh masing-masing pemberi pinjaman.
“Jadi itu bukan betul-betul 0 persen ya,” ucapnya.
Menurut Perry, kebijakan DP 0 persen pada sektor kendaraan juga sama seperti kebijakan yang dikeluarkan Bank Indonesia di sektor properti. Meskipun diperbolehkan membayar DP 0 persen, akan tetapi Bank tetap mengukur kemampuan bayar dari nasabahnya.
Untuk mekanisme pemberian DP di sektor properti sendiri biasanya pengembang menyerahkan kepada Bank untuk mengukur. Kemudian setelah melalui berbagai macam pertimbangan maka Bank akan menentukan berapa DP-nya yang sesuai dengan aturan kredit properti yang disalurkan Bank.
“Demikian juga di pengaturan dengan IMKB dan kredit lainnya. Harusnya diserahkan ke lembaga keuangan untuk ukur berapa kemampuan bayar,” ujarnya.
Kebijakan DP ) persen ini ditolak Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi mendesak Peraturan OJK Nomor 35/2018 tentang kredit 0 persen untuk mobil dan sepeda motor dibatalkan karena rawan dimanipulasi pada pelaksanaannya. Hal itu berkaca pada kenyataan selama ini syarat uang muka 30 persen untuk kredit mobil/ sepeda motor tidak diterapkan secara konsisten.
Akibatnya, kredit sepeda motor tanpa uang muka pun berjalan terus, lancar tanpa kendala. “Jadi, dengan syarat khusus untuk uang muka 0 persen oleh OJK, potensi pelanggarannya sangat besar, sebagaimana ketentuan uang muka 30 persen,” ujar Tulus saat dihubungi kemarin.
Dia melanjutkan, uang muka 0 persen hanya layak diberikan untuk kredit kendaraan untuk angkutan umum, bukan kendaraan pribadi. Selama ini justru kredit untuk kendaraan umum malah dengan syarat yang memberatkan perusahaan angkutan umum, baik swasta maupun BUMN/BUMD.
Selain itu, uang muka 0 persen hanya layak diberikan untuk kendaraan bermotor yang ramah lingkungan, seperti mobil/sepeda motor listrik. “Bukan kendaraan bermotor yang berbasis energi fosil. Apalagi praktiknya kendaraan bermotor di Indonesia masih dominan menggunakan BBM jenis premium, yang sangat buruk dampaknya terhadap lingkungan,” ujarnya.
Menurut Tulus, POJK Nomor 35/2018 justru akan mendorong semakin tingginya polusi udara dan polusi suara yang lebih masif, serta bisa memicu kemiskinan baru di rumah tangga miskin.
“Terbukti, sejak booming 10 tahun terakhir kredit sepeda motor, rumah tangga miskin yang terjerat iming-iming kredit sepeda motor murah sangat masif,” ujarnya. Kebijakan OJK ini juga sangat kontraproduktif bagi lalu lintas di kota-kota besar di Indonesia seperti Jakarta dan kota besar lain yang kerap dilanda kemacetan.
Menurut Tulus, kemacetan di Jakarta akan semakin parah karena nafsu untuk membeli kendaraan bermotor pribadi kian tinggi akibat adanya insentif 0 persen. “Buntutnya pembangunan infrastruktur transportasi massal seperti MRT/LRT dan Transjakarta akan mati suri,” katanya.(okz)