PANDEGLANG-Gempa bermagnitudo 7,4 menguncang Banten. Titik gempa berada di 147 kilometer barat daya Perairan Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang pukul 19.03 WIB. Warga panik hingga berhamburan untuk menyelamatkan diri.
Belasan rumah ambruk. Geteran gampa begitu dahsyat. Terasa tak hanya di DKI Jakarta dan Jawa Barat saja. Melainkan terasa hingga Solo, Jawa Tengah.
“Terasa, meski gak terlalu kencang. Kira-kira satu menitan,” ujar Agustina Dewi Lestari, warga Kartosura, Solo, Jawa Tengah yang dihubungi Tangerang Ekspres. Ia mengaku panik. Lantaran pernah merasakan dahsyatnya gempa Jogjagkarta 27 Mei 2016. Gempa dahsyat bermagnitudo 5,9 itu, menggetarkan Jogja hingga menewaskan 6.234 jiwa, puluhan ribu orang luka-luka. Belasan rumah roboh. Gempa itu terasa hingga Jawa Timur. “Jadi teringat gempa Jogja dulu. Pokoknya ngeri,” kenangnya.
Sementara itu Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Pandeglang tengah menghimpun data sementara dari sejumlah kecamatan. Untuk sementara, ada 12 rumah penduduk yang ambruk. Dihubungi melalui telepon seluler, Warga Desa Kalanganyar, Kecamatan Labuan, Iyat Suryatna mengaku panik saat gempa terjadi. Warga berhamburan keluar rumah untuk menyelamatkan diri lantaran khawatir tertimpa bangunan dan tsunami.
“Sementara saat ini kondisinya warga berkumpul di Jalan Raya Ahmad Yani, Labuan. Khawatir terjadi gempa susulan dan tsunami,” katanya, kemarin malam.
Ketua Ikades Kecamatan Patia, Buang mengaku baru menerima laporan dari warga dan aparatur desa lainnya. Ada empat rumah yang ambruk akibat gempa. Jumlah itu, kata dia, tersebar di sejumlah desa yakni di Desa Surianeun, Rahayu, Desa Patia. “Mungkin masih ada lainnya yang belum terdata. Namun untuk korban jiwa belum ada informasi,” katanya.
Buang menerangkan, kondisi warga dalam kondisi panik. “Semua tengah berjaga-jaga di depan rumah masing-masing. Bahkan satu dua orang dikabarkan sudah mencari pengungsian lantaran kawatir terjadi tsunami,” katanya.
Dihubungi melalui telepon seluler, Kepala Seksi Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Kabupaten Pandeglang Yosep Mardini meminta warga tetap waspada. “Tetapi masyarakat juga tetap harus tenang, dan menunggu informasi dari BMKG. Lalu jangan sampai terpancing isu dari sumber yang tidak jelas atau hoaks,” katanya.
Yosep mengaku, baru mendapatkan informasi 12 rumah penduduk ambruk dari tiga Kecamatan yakni Kecamatan Patia, Banjar, Jiput, dan Kecamatan Mandalawangi. Namun itu pun baru data yang bisa dihimpun BPBD. “Tetapi kepastiannya belum terdata, lantaran tim sedang turun ke lapangan,” katanya.
Siti Fauziyah, mahasiswi Universitas Islam Negeri (UIN) Sultan Maulana Hasanudin Banten yang sedang kuliah kerja nyata (KKN) di Kampung Cipunaga, Desa Tunggaljaya, Kecamatan Sumur merasakan gempa yang cukup kencang. “Iya tadi gempanya kerasa banget,” kata Fauziyah kepada Radar Banten melalui sambungan telepon seluler, Jumat (2/8).
Pukul 19.03 WIB, ia tengah asik mengobrol dengan rekan-rekannya di ruang tengah sebuah rumah yang dijadikan posko mahasiswa KKN UIN. Suasana seketika mencekam saat gempa mengguncang. “Kita langsung lari keluar rumah,” katanya sambil terengah-engah.
Di luar rumah ternyata sudah banyak warga berhamburan sambil berteriak,” gempat…!gempa…! Fauziyah dan teman-temannya panik. Mereka lari ke atas gunung. “Kita ngungsi ke gunung. Soalnya letak posko dari garis pantai cuma berjarak 20 meter. Takut ada tsunami,” katanya.
Berkali-kali percakapan Fauziyah dan Radar Banten melalui sambungan telepon terputus. Ia mengaku kondisi di sana mati lampu. Beberapa rumah roboh dan kondisinya rusak berat. Fauziyah mengaku tidak sempat mengambil gambar. Karena suasana di sana gelap gulita dan tidak ada sinyal. “Alhamdulillah kita masih selamat,” sambungan telepon pun terputus.
Kepala Stasiun Geofisika BMKG Klas 1 Tangerang, Teguh Rahayu membenarkan bila gempa 7,4 magnitudo yang terjadi di Sumur, Kabupaten Pandeglang, malam berpotensi terjadi tsunami. “Iya berpotensi tsunami. Masyarakat diminta tetap tenang dan segera mengungsi ke tempat yang lebih aman,” kata Rahayu saat dikonfirmasi Radar Banten melalui sambungan telepon.
Rahayu melanjutkan, gempa pembangkit tsunami biasanya memiliki empat ciri-ciri. Yaitu titik gempa di laut, kedalaman pusat gempa relatif dangkal biasanya kurang dari 70 kilometer. Berkekuatan magnitudo lebih dari 7.0 SR, dan mekanisme sesarannya adalah sesar naik (thrusting fault) dan sesar turun (normal fault). “Gempa di Sumur berpotensi tsunami karena memenuhi ciri-ciri itu. Di mana kedalaman pusat gempa di bawah 70 km, dan bermagnitudo 7,4 SR,” ungkapnya.
Rahayu menambahkan, pihaknya meminta upaya mitigasi bencana segera dilakukan oleh BPBD provinsi dan kabupaten/kota, terutama di Kabupaten Pandeglang dan Lebak. “Segera mengarahkan masyarakat untuk evakuasi, potensi gelombang tsunami mencapai 3 meter,” ujarnya.
Saat ini, kata Rahayu, Banten hanya memiliki tiga unit sirine peringatan dini tsunami (TEWS) sehingga jauh dari ideal. Padahal sistem peringatan dini tsunami menjadi salah satu aspek penting dalam antisipasi korban jiwa. “Tiga titik belum ideal. Semakin banyak, semakin bagus agar diketahui masyarakat lebih cepat. Jangkauan sirine maksimal hanya 15 kilometer,” ujarnya.
Kepala BMKG yang akrab disapa Ayu ini merinci, tiga titik sirine di Banten terpasang di Kecamatan Panimbang dan Kecamatan Labuan, Kabupaten Pandeglang serta di Pasauran Kabupaten Serang. “Di Kabupaten Lebak justru belum ada sirine, harusnya perlu dan telah kami bicarakan dengan pihak BPBD dan Pemprov Banten,” katanya.
Sementara, Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Provinsi Banten, M Juhriyadi mengaku belum menerima laporan adanya korban jiwa pasca gempa. “BPBD Pandeglang dan Lebak telah bergerak ke lapangan membantu proses evakuasi, jadi belum ada laporan yang masuk ke provinsi karena masih proses pendataan,” katanya.
Juhriadi menambahkan, peringatan dini tsunami telah dikeluarkan oleh BMKG, sehingga masyarakat harus tetap siaga. “Secepatnya kami buka posko pengungsian,” ujarnya. (rb)