Beranda NASIONAL Kemendikbud Kecewa pada Ribuan Profesor Indonesia

Kemendikbud Kecewa pada Ribuan Profesor Indonesia

0
BERBAGI

Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir menyatakan kekecewaannya terhadap ribuan profesor yang belum membuat publikasi jurnal internasional bereputasi. “Ini sangat mengecewakan. Ada 3.800 profesor yang belum melaksanakan kewajibannya membuat publikasi jurnal internasional bereputasi,” kata Nasir.

Menurut Nasir, ada dua masalah paling dominan yang membuat banyak profesor belum melakukan publikasi. Pertama, para profesor itu kurang aware terhadap apa yang harus mereka lakukan. Kedua, mereka tidak bisa memahami media apa yang bisa digunakan.

Nasir menambahkan, profesor tidak harus sebagai penulis pertama. Sejak awal, lanjut Nasir, pihaknya sudah meminta para profesor me-maintance untuk mempublikasikan, apakah sebagai penulis utama atau penulis pendukung. “Aturannya sudah sangat meringankan tapi profesornya yang enggak mau melaksanakan. Kalau sudah begitu, layak, kan, bila pemerintah menerapkan sanksi?” kata Nasir.         Anggota Komisi X DPR (bidang pendidikan) Arzeti Bilbina mengatakan munculnya Permenristekdikti 20/2017 menimbulkan pro dan kontra. “Di dunia akademisi topik ini terus menghangat. Komisi X sudah membahasnya Februari 2017 lalu,’’ katanya.

Hasil pembahasan itu meminta pemerintah mengkaji lebih jauh regulasi tersebut serta menerima masukan dari berbagai kalangan. Arzeti menjelaskan di satu sisi sebagai negara besar, jumlah publikasi internasional Indonesia masih tertinggal di bawah negara lain. Padahal jumlah dosen lektor kepala mencapai 31 ribu lebih, sementara profesornya ada 5.000-an.

Dia memahami bahwa terbitnya regulasi itu untuk meningkatkan jumlah publikasi internasional dan mengerek daya saing perguruan tinggi Indonesia. Sementara di sisi lain banyak dosen yang tidak sepakat dengan Permenristekdikti 20/2017 itu. Alasannya adalah biaya yang dikeluarkan untuk membuat karya ilmiah atau publikasi jauh lebih mahal dibandingkan tunjangan yang diperoleh.

“Mereka mengatakan untuk publikasi saja biasanya sekitar Rp 15 juta,’’ jelasnya. Ongkos itu belum termasuk biaya penelitian yang bisa sampai ratusan juta rupiah.

Arzeti mengatakan pemerintah seharusnya juga menghargai profesor yang lebih memilih mengajar dari pada berkarya di kelas internasional. Dia berharap ditemukan komitmen bersama antara pemerintah dengan para profesor. Sehingga upaya pemerintah mensejahterakan profesor disertai dengan peningkatan profesionalisme. (jpnn/mas)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here