KOTA TANGERANG, TANGERANGEKSPRES.CO.JD – Terbitnya Undang-undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan yang masuk dalam metode Omnibuslaw masih menjadi polemik bagi masyarakat kesehatan. Pasal-pasal dalam kandungan Undang-undang tersebut dinilai kontroversial.
Ketua Umum Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia (MHKI), dr Mahesa Paranadipa mengatakan, dalam metode Omnibuslaw mencabut 11 Undang-undang kesehatan. Hal itu sangat berdampak pada pengaturan yang sebelumnya diatur dalam UU tersebut ketika dicabut. Seperti, praktik kedokteran yang harus melalui izin profesi dibidang kedokteran dan dokter gigi. Kemudian peraturan adaptasi pendayagunaan dokter luar negeri yang masuk ke indonesia dan terkait manajemen rumah sakit serta aturan beberapa lainnya.
“Pada Undang-undang nomor 17 tahun 2023 siapapun bisa menjadi direktur rumah sakit. Kalau UU sebelumnya kan harus sesuai profesi yaitu tenaga kesehatan,” ungkap dr Mahesa dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) dengan tema Perlindungan Hak Masyarakat dan Hak Tenaga Kesehatan Setelah Terbitnya Undang-Undanv No 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan yang digelar di aula Rumah Sakit EMC, Kota Tangerang, Sabtu, 28 Oktober 2023.
Salah satu kasus yang menjadi perhatian yaitu, dokter palsu di wilayah Kota Surabaya. dr Mahesa menguraikan, insiden tersebut masuk dalam konteks administratif dan hukum pidana.
“Kasus yang di Surabaya itu kan hanya dapat SP (Surat Peringatan). Kalau di Undang-Undang sebelumnya kalau ada seseorang yang berpura-pura menjadi dokter kesehatan ada sanksi pidana,” tegasnya.
“Tanpa ada rekomendasi dari organisasi profesi. Yang menjadi masalah apakah Pemda sanggup bertanggung jawab termasuk menajemen rumah sakit yang merekrut dokter atau perawat tersebut,” sambungnya.
Dikatakan, yang menariknya itu dalam Undang-undang yang baru adalah, pemerintah pusat maupun daerah yang menjalankan fungsi utama, tanpa melibatkan steakholder yang lain, sehingga tanggung jawab mutlaknya itu ada di pemerintah pusat maupun daerah, jadi berbeda dengan Undang-undang sebelumnya.
Pemerintah daerah yang memberikan izin kemudian melibatkan organisasi profesi terkait dengan profesinya. Supaya meyakinkan bahwa dokter atau perawat yang bersangkutan telah terekomendasi untuk berpraktik.
“Artinya bahwa yang bersangkutan sudah kompetensi dapat memastikan keselamatan pasien,” paparnya.
Dia menambahkan, hukum kesehatan tidak hanya membahas mal praktik saja. Selama ini yang selalu mencuat hanya permasalahan mal praktik dunia kesehatan. Padahal dalam dunia kesehatan juga lebih luas termasuk kebijakan-kebijakan kesehatan tentunya tidak hanya bicara pada tataran Undang-undang saja. Tapi juga pelaksanaan dari Undang-undang khusus kesehatan tersebut
Dia mendorong bagaimana pihak terkait menjalankan amanah yang diperintah dalam undang-undang tersebut. Pemerintah harus mempertimbangkan penerapan undang-undang kesehatan yang baru yang tidak melibatkan organisasi profesi.
“Perlu dipertimbangkan apakah pemerintah pusat maupun daerah baru dapat mengelola hal ini tanpa melibatkan organisasi profesi. Meskipun saat ini nyatanya pemerintah daerah tetap melibatkan organisasi profesi kesehatan,” tandasnya. (*)
“Jangan sampai masyarakat yang menjadi korban,” tutupnya
Reporter : Abdul Aziz