“Ceklah berapa buku terkait dengan pekerjaan, profesi, atau peranan Anda, yang bisa Anda baca selama setahun? Apa ilmu baru yang Anda dapatkan? Ketika Anda punya masalah, apakah Anda sudah membiasakan diri mencari bacaan terkait dengan masalah Anda?”
Anda ingin menjadi orang yang kreatif tapi Anda meninggalkan kebiasaan membaca, rasanya itu omong kosong belaka. Anda seperti orang yang membayangkan ada perahu yang bisa berjalan di atas daratan. Otak kita membutuhkan pemantik untuk menghasilkan ide-ide baru, dan membaca adalah pemantik yang top bagi otak. Ada sejumlah pengalaman pribadi yang bisa saya ceritakan di sini mengenai hubungan antara kreativitas, inovasi, dan kebiasaan membaca. Dari membaca, kita bisa mendapatkan inspirasi untuk menelurkan ide-ide yang berbeda. Sebetulnya tidak ada ide baru yang murni dari manusia di dunia ini. Orang menemukan ide baru karena mendapatkan inspirasi dari orang lain. So, di sinilah kedahsyatan membaca.
Jadi, antara ide kita dan ide orang lain seperti batu bata dalam sebuah konstruksi, masing-masing saling tersusun untuk membentuk sebuah bangunan. Dari membaca, kita juga termotivasi. Saya suka membaca sejarah para pemimpin dunia, mulai dari para nabi, orang saleh, negarawan dan lain-lain, termasuk dari para guru. Bahkan saya lama menjadi guru sejarah di SMA dan pernah menulis buku mengenai pentingnya belajar dari sejarah. Dari membaca sejarah, saya belajar arti dan makna pengabdian, perjuangan, dan berkomitmen pada profesi, jabatan, atau tanggung jawab apa pun yang kita emban. Saat menjadi guru, kita harus total menjadi guru.
Saat menjadi dosen, kita harus total menjadi dosen. Saat menjadi pengusaha, kita harus total menjadi pengusaha. Saat menjadi pejabat, kita harus total menjadi pejabat yang mengabdi pada kepentingan bangsa dan negara. Totalitas adalah nilai yang saya dapatkan dari membaca sejarah hidup para tokoh. Jika Anda ingin berkreasi di produksi atau bidang apa pun, Anda butuh perbandingan kreasi orang lain. Membaca akan menelurkan ide-ide baru karena kita mendapatkan perbandingan. Para pencipta lagu tetap mendengarkan lagu orang lain dan membaca lirik lagu orang lain.
Bukan untuk meniru, tetapi untuk perbandingan. Menurut penjelasan Profesor Quraisy Syihab, seperti dalam buku Lentera Hati (2005), kemajuan dan kebesaran suatu bangsa di dunia ini dimulai dari tradisi membaca. Kita tahu bahwa perintah Allah yang pertama kali turun kepada manusia adalah membaca. Selain menyalakan api kreativitas, membaca juga bisa mengantarkan orang pada keimanan yang berbobot, bukan keimanan yang ikut-ikutan. Akan tetapi, perintah membaca bukan perintah yang sudah final sehingga kita berhenti di sini. Justru yang terpenting adalah apa yang kita baca dan kita gunakan untuk apa.
Kalau kita hanya membaca untuk membaca, apalagi materi yang kita baca adalah materi yang kurang menggerakkan otak untuk berpikir positif, artinya kita membuang waktu. Mungkin inilah tantangan kita di era media sosial saat ini. Semua orang punya keinginan untuk mengirim atau mengangkat sesuatu ke media sosial, tak peduli apakah yang dikirimnya berguna atau tidak. Di sinilah kepiawian kita dalam memilih dan memilah menjadi kunci. Media sosial dapat menjadi pemantik kreativitas tapi dapat juga menjadi penghancur kreativitas.
Hasil riset para ahli menyimpulkan bahwa membaca merupakan cara relaksasi yang paling bagus, bahkan lebih bagus dari mendengarkan musik atau jalan-jalan. Kondisi rileks sudah mulai bisa dirasakan hanya dalam waktu enam menit dengan membaca. Hal ini akan turut menurunkan tensi tubuh. Membaca juga mengaktifkan kegairahan yang memacu kreativitas. (*)