JAKARTA — Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri menghentikan sementara penerbitan kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el) untuk warga negara asing (WNA) hingga Pemilu 2019 selesai. Hal itu, guna mengakhiri polemik dan isu kecurangan pemilu.
“Kami akan hentikan sementara (penerbitan KTP elektronik) agar kondusif. Mungkin mulai lagi setelah pencoblosan,” kata Dirjen Dukcapil Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh, Rabu (27/2).
Zudan mengatakan sejak UU Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan, yang mengatur kewajiban WNA tertentu memiliki KTP elektronik, disahkan, pihaknya telah menerbitkan sedikitnya 1.600 KTP elektronik bagi WNA. Penerbitan KTP elektronik untuk WNA, mayoritas di daerah yang banyak dikunjungi turis seperti Bali. Selain itu, juga di daerah dengan penduduk terbesar Pulau Jawa.
Zudan mengatakan, sesuai Pasal 63 UU Administrasi Kependudukan, warga negara asing yang sudah berumur 17 tahun atau sudah menikah atau pernah menikah dan memiliki izin tinggal tetap, wajib memiliki KTP elektronik. Namun, dia menekankan KTP milik WNA tidak dapat digunakan untuk memilih di TPS dalam pemilu.
Undang-undang secara tegas juga menyatakan syarat untuk memilih dan dipilih dalam pemilu adalah warga negara Indonesia. “Seluruh WNA yang ada di Republik Indonesia ini tidak memiliki hak politik untuk memilih atau pun dipilih,” ucapnya, menegaskan.
Sebelumnya ditemukan KTP elektronik milik WNA di Cianjur, Jawa Barat. KTP elektronik milik WNA berinisial GC itu memiliki NIK yang sama dengan KTP elektronik seorang WNI berinisal B. NIK tersebut tercatat sebagai DPT di salah satu TPS. Masalah itu kini tengah ditangani pihak terkait.
Sementara itu, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H. Laoly mengatakan, kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el) antara warga negara Indonesia (WNI) dengan warga negara asing (WNA) dapat dibedakan baik dari segi warna maupun bentuk. Tjahjo mengatakan hal tersebut setelah beredar gambar KTP-el milik warga negara asing yang bentuk dan warnanya sama seperti KTP-el milik warga negara Indonesia.
“Memang saya kira ke depan harus dibedakan kartu tanda penduduk antara WNA dengan WNI, kami sarankan ke pihak administrasi penduduk jangan sampai KTP-el untuk WNI sama seperti untuk orang asing,” ujar Yasonna di Gedung Jakarta Convention Center pada Rabu (27/2).
Membedakan kartu identitas antara WNA dengan WNI ini dinilai penting, menurut Yasonna, untuk mencegah terjadinya kesalahan teknis dalam administrasi kependudukan. “Kalau petugas administrasi kependudukan tidak cermat misalnya, WNA itu bisa dapat paspor Indonesia nanti,” jelas Yasonna.
UU Administrasi Kependudukan telah mengatur, WNI serta orang asing yang telah memiliki izin tinggal atau telah menikah di Indonesia wajib memiliki KTP-el. Namun, tidak berarti memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan WNI.
“Jadi meskipun WNA punya KTP-el tidak berarti dia punya hak politik yang sama dengan WNI,” jelas Yasonna.
Yasonna menambahkan, Kementerian Dalam Negeri juga telah memberikan klarifikasi bahwa meskipun WNA memiliki KTP-el, yang bersangkutan tetap tidak boleh ikut memilih dalam pemilu. “Sekali lagi itu hanya kartu tanda penduduk, karena dalam konstitusi juga disebutkan ada penduduk WNI dan WNA,” ujar Yasonna.(ant)