Beranda NASIONAL Ide Wiranto Lebih Kejam dari Orba

Ide Wiranto Lebih Kejam dari Orba

0
BERBAGI
RAKOR EVALUASI PEMILU: Menko Polhukam Wiranto (kanan) didampingi Mendagri Tjahjo Kumolo memberikan keterangan seusai memimpn rapat koordinasi dengan kementerian dan instansi di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin (6/5). Rakor tersebut untuk menyiapkan sejumlah langkah hukum terhadap beberapa aksi yang meresahkan masyarakat pascapemilu. FOTO: Antara Foto/Handout/Humas Kemenko Polhukam/pras.

JAKARTA–Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Ferdinand Hutahaean angkat bicara soal rencana Menko Polhukam Wiranto membentuk Tim Hukum Nasional untuk mengkaji setiap ucapan, tindakan, sampai pemikiran para tokoh-tokoh yang dianggap menyimpang dari ketentuan hukum.

Menurutnya, jika rencana itu direalisasikan maka pemerintah semakin menutup salah satu hak asasi manusia, yaitu kebebasan berpendapat.

“Saya harus menyatakan bahwa pemerintah ini semakin represif, semakin membungkam kebebasan berpendapat, semakin membelenggu kemerdekaan rakyat dalam berpikir dan berbicara. Tidak sepatutnya rezim seperti ini memerintah di sebuah negara demokrasi dan sebuah negara hukum,” katanya seperti dikutip dalam siaran pers, Selasa (7/5/2019).

Dia menuturkan konsekuensi dari negara hukum dan menganut demokrasi adalah adanya kebebasan berpendapat atau menyatakan pikiran dan kebebasan untuk berserikat.

Menurutnya, ide Wiranto justru mirip dengan gaya komunis di China yang mengontrol semua kehidupan sosial masyarakat, termasuk kebebasan berpendapat di media massa dan media sosial. Dia menegaskan Wiranto sebaiknya menghentikan ini, membatalkan niatnya untuk mengontrol kehidupan sosial masyarakat, memberangus pemikiran-pemikiran masyarakat dan membelenggu kebebasan berpendapat masyarakat. Pasalnya, Indonesia adalah negara hukum yang menganut demokrasi. Karena itu hal-hal seperti ini tidak boleh ada di Indonesia.

Politisi Partai Demokrat tersebut bahkan menyarankan agar Wiranto lebih banyak belajar tentang hukum dan demokrasi.

Sementara itu Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid menilai sangat tidak pas usulan Wiranto tersebut dalam iklim demokrasi. Menurutnya, apabila tim itu benar-benar dibentuk dan diarahkan untuk meredam suara-suara kritis yang sah, maka konsekuensinya jumlah orang yang dituntut secara kriminal dari tahun ke tahun bisa meroket di negara ini.

Mantan Koordinator Komite untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) ini mengingatkan, pemerintah Indonesia tidak boleh menggunakan tindakan keras terhadap pihak-pihak yang berseberangan. Pemerintah seharusnya membiarkan seseorang baik warga biasa, aktivis maupun tokoh oposisi untuk mengekspresikan pendapat mereka tentang pemerintah atau tentang lembaga negara.

Untuk urusan hal terakhir ini, Usman menilai hukum internasional tentang HAM memang mewajibkan pemerintah untuk melarangnya. Karena itu, tim yang diusulkan Menkopolhukam Wiranto tersebut menurutnya di luar dari aturan hukum internasional tentang HAM dan tidak sesuai dengan prinsip HAM dan Demokrasi.

Dalam Rakor Evaluasi Pemilu di Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Senin (6/5), Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Wiranto mengungkapkan, pemerintah akan membentuk Tim Hukum Nasional untuk merespons tindakan, ucapan, maupun pemikiran tokoh yang mengarah ke perbuatan melawan hukum.

“Kita membentuk Tim Hukum Nasional yang akan mengkaji ucapan, tindakan, pemikiran dari tokoh-tokoh tertentu, siapa pun dia yang nyata-nyata melanggar dan melawan hukum,” ujar Wiranto.

Mantan Panglima ABRI itu menjelaskan, tim tersebut terdiri dari pakar hukum tata negara dan para profesor serta doktor dari berbagai universitas. Ia mengaku telah mengundang dan mengajak mereka bicara terkait pembentukan tim tersebut.

“Tidak bisa dibiarkan rongrongan terhadap negara yang sedang sah, bahkan cercaan, makian, terhadap presiden yang masih sah sampai nanti bulan Oktober tahun ini masih menjadi Presiden. Itu sudah ada hukumnya, ada sanksinya,” tutur dia.

Ia memastikan, pemerintah akan melaksanakan aturan-aturan dan sanksi tersebut. Aturan dan sanksi itu, kata dia, berlaku bagi siapa pun, bahkan terhadap mantan tokoh dan mantan jenderal.(rep)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here