Beranda HUKUM Efek Setnov Tersangka, Bisa Kalah di Pilkada

Efek Setnov Tersangka, Bisa Kalah di Pilkada

0
BERBAGI

JAKARTA-Partai Golkar di bawah kepemimpinan Setya Novanto (Setnov) allout mendukung pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla. Status tersangka Setnov dalam kasus dugaan korupsi KTP-el, berpeluang mengubah sikap politik Golkar itu.

Apalagi, jika desakan musyawarah luar biasa (munaslub) untuk memilih ketua umum baru, terlaksana. Sebab, mekanisme itu tidak hanya bisa mengubah sosok ketum Partai Golkar. Namun, juga bisa memunculkan komposisi kepengurusan baru.

Analis politik memperkirakan status tersangka yang disandang Setnov akan berimbas pada tingkat dukungan ke partai berlambang beringin hitam itu pada Pilkada Serentak 2018 ataupun Pemilu 2019. Jika tak melakukan pergantian ketua umum, maka Golkar akan kalah telak di Pilkada 2018 ataupun Pemilu 2019.

Menurut Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin, Golkar harus segera mengambil langkah politik untuk menyelamatkan masa depannya. Caranya adalah melalui musyawarah nasional luar biasa (munaslub).

Melalui munaslub itu pula Golkar bisa memilih ketua umum baru pengganti Setnov yang tak lama lagi akan segera sibuk berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). “Partai Golkar membutuhkan pemimpin baru untuk bisa selamat pada Pilkada 2018 dan Pemilu 2019 nanti,” ujar Ujang di Jakarta, Selasa (18/7).

Dosen ilmu politik di Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) itu menambahkan, munaslub tidak hanya untuk merespons status tersangka yang disandang Setnov. Sebab, munaslub itu juga untuk mencari solusi atas gejolak internal Golkar.

Apalagi sejumlah petinggi partai tersebut telah menyatakan Golkar butuh pemimpin baru. “Jika munaslub tidak dilaksanakan untuk mendapatkan ketum baru, maka semua calon yang diusung Golkar di pilkada terancam kalah semua,” pungkas Ujang.

Wakil Ketua Dewan Kehormatan Partai Golkar Akbar Tandjung menyatakan, DPP Partai Golkar harus segera melakukan langkah-langkah strategis.

”Kalau hari ini (kemarin, Red) Setya Novanto sudah ditetapkan jadi tersangka, ya sudah, harus diputuskan langkah-langkah yang mendasar yang penting diambil Golkar dalam menghadapi agenda politik 2019,” kata Akbar.

Menurut Akbar, dengan status itu, Partai Golkar perlu sosok ketua umum baru. “Pemimpin baru itu harus bisa membawa Partai Golkar menghadapi krisis untuk kesekian kalinya,” tegasnya. Pemimpin baru penting untuk mempersiapkan beringin menghadapi agenda politik sepanjang dua tahun ke depan. ”Harus ada pemimpin definitif yang melalui munas ataupun munaslub,” tandasnya.

Senior Partai Golkar lainnya, Zainal Bintang, menyatakan Partai Golkar harus solid menghadapi masalah ini. Dia mendorong DPP agar segera menetapkan sosok pelaksana tugas (plt) Ketum pengganti Setnov. Sosok ketua harian Nurdin Halid dan Sekjen Idrus Marham bisa menjadi pilihan.

”Nurdin dalam posisi harus memilih, karena dia juga maju sebagai calon Gubernur Sulawesi Selatan, selain Nurdin tentu Sekjen,” kata Bintang. Posisi plt Ketum, kata Bintang, adalah untuk mengantarkan Partai Golkar menggelar Munaslub. Pelaksanaan Munaslub tidak bisa dilakukan terburu-buru, agar ke depan terpilih sosok pemimpin Partai Golkar yang terbaik.

Selain itu, DPD Partai Golkar di daerah juga harus bersiap diri sebagai peserta Munaslub. ”Tentu harus ada Munaslub, karena di KPK kan tidak ada SP3, kan tidak mungkin kader-kader bulat mempertahankan Ketum yang tersangka,” tandasnya.

Ketua Harian Partai Golkar Nurdin Halid menegaskan tidak ada Musyawarah Luar Biasa (Munaslub) untuk mencari sosok Ketum baru. Apalagi, lanjutnya, dalam Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) beberapa waktu lalu, sudah di sepakati untuk mendukung posisi Setnov sampai selesai massa kepengurusan. ”Kita sudah melakukan Rapimnas, dan sudah diputuskan apa pun yang terjadi pada partai tidak ada Munaslub. Itu keputusan Rapimnas, kedudukanya itu di bawah Munas,” jelasnya di kediaman Setnov di Jalan Wijaya XIII nomor 19, Kebayoran Baru, Jakarta.

Dia menegaskan, meski Ketum berstatus tersangka, secara organisatoris hal itu tidak berdampak terlalu jauh. Pasalnya, secara kelembagaan pembagian tugas sudah dilakukan secara efektif. Sehingga tugas keseharian bisa tetap berjalan. ”Secara psikologis tentu terpengaruh, tapi secara organisasi tidak mengganggu, program, konsolidasi, lebih-lebih persiapan politik,” imbuhnya.

Idrus Marham menambahkan, kepastian terkait upaya hukum maupun politik yang dilakukan ke depannya baru akan dibahas di internal. Seluruh jajaran yang ada akan menggelar rapat pleno. ”Termasuk akan dilakukan praperadilan atau tidak, itu dikaji nanti,” ujarnya.

Idrus menegaskan, masalah hukum yang dihadapi Setnov tidak akan mengubah sikap Partai Golkar. ”Kami akan tetap mendukung pemerintahan Jokowi-JK. Kami juga akan mengusung Jokowi sebagai capores 2019,” paparnya. Dalam kesempatan tersebut, Idrus juga meminta seluruh kader partai-partai Golkar, baik di barisan muda maupun para senior untuk menunggu langkah yang diputuskan ke depan.

Di singgung soal posisi Setnov di pucuk pimpinan DPR, Idrus menyerahkan hal tersebut kepada kelembagaan parlemen. Nantinya, sikap partai sendiri akan disuarakan melalui fraksinya. Selain itu, lanjutnya, Setnov juga akan melakukan komunikasi dengan para wakil ketua. Sehingga kinerja kelembagaan tidak terganggu. ”Di DPR ada mekanisme, tata cara (jika ketua tersangka),” kata pria berkacamata itu. (gir/jpnn)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here